ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Keempat “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Keempat “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Diskusi keempat ini merupakan diskusi terakhir di tahun 2019 bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A. Diselenggarakan pada tanggal 13 Desember 2019 mulai pukul 09.00 hingga 12.00 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Prof. Dr. H. Raihani, M.Ed., Ph.D. merupakan narasumber pada diskusi keempat ini. Beliau memberikan topik “Muhammad saw antara kemanusiaan dan Kenabian: Potret Rasulullah dalam Simtuddurar”

Simtuddurar adalah buku maulid, bukan buku sejarah saintifik. Simtuddurar ini dimensi tasawwufnya sangat kental, dan menilainya dengan kaca mata ilmiah dan fiqih tidak relevan. Gambaran Nabi Saw lebih ditekankan kepada “laa kal basyar”: Nabi Saw adalah insan kamil – “laisa yusyaabihu hadza al-sayyid fii khalqihi wa akhlaaqihi basyar”. Dalam mensifatkan Nabi Saw dengan sifat-sifat kemanusiaan tidaklah salah, akan tetapi keliru jika menyamakan beliau dengan manusia yang lain. Seperti amanat pengarang, muwazhabah membaca simtudduror ini adalah untuk memupuk kecintaan dan membuka pintu-pintu rahasia Nabi Saw.

Semoga semakin bertambah kecintaan kita kepada Nabi Muhammad saw. Aamiin…

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Ketiga “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Ketiga “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Drs. Iskandar Arnel, MA., Ph.D. merupakan narasumber pada diskusi ketiga bersama Prof. Dr. Munzir Hitami, M.A. Beliau mengangkat topik “Enigma Hubungan Antara Wali, Nabi dan Rasul” Topik yang sangat menarik ini diulas secara detail oleh pemateri beserta audiens dari kalangan dosen dan mahasiswa pada tanggal 04 Desember 2019 mulai pukul 09.00 hingga 12.00 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Pembahasan yang luar biasa ini dikaji ulang secara mendalam. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seakan menambah kenikmatan diskusi dan menambah wawasan yang sangat penting dan mendasar ini.

“Ketahuilah bahwa walāyaḧ adalah al-muḥīṭaḧ al-ʿāmmaḧ, dan ini merupakan al-dāʾiraḧ al-kubrā. Allah menguasakan (yatawallā) siapapun di antara hamba-Nya dengan kenabi-an (nubuwwaḧ) yang merupakan bagian darinya (yaitu, walāyaḧ), atau dengan kerasulan (risālaḧ) yang juga me-rupakan bagian darinya. Setiap Rasul Pembawa Syariat mestilah Nabi, sedangkan setiap Nabi haruslah walī. Oleh karena itu, maka setiap Rasul Pembawa Syariat adalah walī.”

Adapun jumlah rasul sebanyak 312 orang yang berakhir dengan kerasulan Muhammad saw. Jumlah nabi 124.000 orang yang juga berakhir dengan kenabian Muhammad saw. Sedangkan jumlah wali tidak terhitung dan masih berlanjut hingga ke akhir zaman.

Semoga dosen dan mahasiswa yang mengikuti diskusi ini mampu bertambah luas wawasannya dan mampu membedakan wali, nabi maupun rasul.

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kedua “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kedua “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Diskusi kedua dalam kegiatan ISAIS “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A. kali ini diberikan oleh narasumber Prof. Dr. Amril Mansur, M.A. dengan tema “Perang Badar: Monumental Politik Islam Terhadap Dunia Luar”. Diskusi ini dilaksanakan pada tanggal 27 November 2019 mulai pukul 09.30 hingga 11.30 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Kemenangan Islam pada perang Badar membawa arti yang sangat besar terhadap Islam pada saat ini dan masa selanjutnya. Kemenangan ini membawa dampak positif baik dari sisi sosio-psikologis maupun dari sisi politis. Dari sisi sosio-psikologis kemenangan perang  Badar ini bagi Islam melahirkan apa yang disebut arus kekuatan Islam yang sangat diperlukan dalam membangn dan mengembangkan Islam pada selanjutnya, tanpa ini Islam akan menjadi lemah dan tidak mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sesuatu yang terbaik dan memiliki kekuatan  di tengah-tengah bangsa Arab pada saat itu.

Sesungguhnya tidak hanya berhenti disitu tetapi arus kekuatan Islam ini juga melahirkan sikap politik Islam yang tegas terhadap dunia luar Islam pada saat itu. Inilah sesungguhnya makna terdalam diantaranya dari kemenangan Islam pada perang Badar.

Untuk saat ini, berkaca dari keberhasilan perang Badar seperti diuraikan singkat di atas, menunjukkan bahwa apa yang disebut dengan  sovereignity baik pada ranah internal ataupun eksternal menjadi prasyarat yang amat strategis bagi kelangsungan eksisitensi Islam dalam berkehidupan sosial maupun politis. Tanpa sovereignity baik secara politik   maupun sosial eksistensi kekuatan Islam hanya akan menjadi retorika semata.

Sovereignity Islam saat ini tentu tidak harus dengan mengangkat senjata seperti masa Rasulullah SAW  dalam memenangkan perang Badar sebagaimana paparan sejarah  masa itu, tetapi melalui peperangan intelektual dan teknologi yang membawa misi kebesaran Islam itu sendiri. Tegasnya sovereignity  Islam itu mesti ditampilkan jati dirinya. Hal seperti inilah diantara visi dan pemahaman baru  yang dapat dimaknai dari peristiwa perang Badar untuk kelangsungan eksistensi Islam sekarang dan akan datang. Semoga….

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Pertama “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Pertama “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Pada hari Jum’at tanggal 15 November 2019, UIN SUSKA RIAU menggelar diskusi pertamanya dalam kegiatan “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.” Kegiatan ini dilaksanakan pukul 09.30 hingga 11.30 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Diskusi ini berlangsung hangat dengan narasumber yang kaya wawasan dan ilmu intelektual yaitu Prof. Dr. Syamruddin Nasution, M.Ag. dengan tema “Berebut Kekuasaan Pra Islam (Konflik dan Perdamaian)”. Peserta yang kaya akan perspektif pun mulai berpartisipasi dalam mengungkapkan argumennya masing-masing, baik dari dosen maupun mahasiswa.

Pembahasan bermula dari konflik berebut kekuasaan antara Bani Hasyim dengan Bani Umaiyah telah terjadi semenjak masa Jahiliyah, yang dimulai dari tindakan Abd al-Syamsi yang menyerahkan pemerintahan yang diberikan ayahnya Qushai kepadanya dia serahkan kepada saudaranya Hasyim karena tidak mampu menjalankan pemerintahan tersebut.

Sukses yang diperoleh Hasyim dalam menjalankan dan mengembangkan pemerintahan Quraisy di Makkah menimbulkan iri hati dari anak Abd al-Syamsi yang bernama Umaiyah. Dia memprotes Hasyim yang dipandangnya telah merampas hak ayahnya. Sayang dia tidak mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat dan pembesar-pembesar Quraisy bahkan dia diusir keluar meninggalkan kota Makkah.

Pada akhirnya Bani Hasyim mendirikan Daulah Abbasiyah di Baghdad pada tahun 750 M oleh Abu Abbas al-Safah. Dia berusaha membunuh habis keluarga Bani Umaiyah, kecuali seorang diantaranya yang berhasil melarikan diri ke Spanyol yaitu Abd al-Rahman al-Dakhili dan mendirikan Daulah Umaiyah di Spanyol pada tahun 756 M.

Setelah mengulas kembali sejarah Islam klasik, tentunya dosen dan mahasiswa yang mengikuti diskusi ini mampu menyebarluaskan ilmu dan mengambil pembelajaran dengan adanya konflik berebut kekuasaan pra Islam tersebut.