Jum’at, 31 Januari 2020 tepatnya mulai pukul 09.00 s/d 12.00, ISAIS UIN SUSKA Riau menggelar diskusi intelektual dengan tema “Yang Muda Yang Radikal: Maenstreming Pemahaman Ayat-Ayat Kekerasan Dalam Alquran” Diskusi ini dilaksanakan di depan ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1) dengan mendatangkan narasumber yang sangat luar biasa yaitu Dr. H. Zarkasih, M.Ag. dan Dr. Rian Vebrianto, M.Pd.
Pada diskusi kali ini sedikit berbeda dan sangat menarik karena pembahasan yang dipaparkan berdasarkan hasil penelitian dari masing-masing narasumber yang diulas secara mendetail.
Paham radikalisme dan terorisme kini berkembang dengan memanfaatkan internet dan media sosial. Banyak terjadinya tsunami informasi (Hoaxs). Dalam memandang hidup, orang juga mulai terdorong kepada dua sudut ekstrem, yakni pandangan yang serba-mutlak atau serba-nisbi, yang serba-mutlak mengaku telah menggenggam kebenaran sehingga orang lain yang berbeda dianggap hitam laksana setan. Sebaliknya, yang serba-nisbi menilai, semua pemikiran, ideologi dan agama adalah relatif. Tak ada sama sekali prinsip yang harus dipegang (Mujiburrahman, 2019).
Menemukan persamaan dalam perbedaan itu sangat penting. radikalisme atau kekerasaan dalam agama dan atas nama agama masih cukup mengkhawatirkan (Riyadi 2016). Hasil penelitian John Obert Voll tentang jaringan teroris bukan lagi mata rantai terpenting dalam kaian dengan mentransformasikan politik komunitas muslim di seluruh dunia, melainkan jaringan intelektual dan pertukaran ideologi melalui media internet (Agus 2016)
Maka sangat diperlukan batasan penggunaan gadget. Adapun penyebab radikalisme yaitu: muncul karena ketidaktahuan akan ajaran agama yang sebenarnya, karena kesenjangan ekonomi bangsa dan keadilan sosial, karena keliru menilai prilaku orang lain serta karena adanya pengaruh dari luar negeri/transnasional.
Adapun dalam pemahaman ayat-ayat kekerasan dalam al-quran harus benar-benar dengan sumber yang benar dan orang yang memiliki banyak ilmu agama. Sebuah teks atau tulisan akan menjadi terpisah dengan penulisnya ketika telah berada di dalam ruang literatur. Makna tulisan mungkin saja berubah berdasarkan siapa pembacanya dan bagaimana kaakter pembacanya. Jika pembaca tidak bertanggungjawab dan penuh kebencian, maka hasil bacaan dan tafsirnya pun akan menjustifikasi dan mendorong intoleransi.
Semoga radikalisme dapat diminimalisirkan baik pada kaum muda maupun sudah tak muda lagi 🙂