TALKSHOW ISAIS UIN SUSKA RIAU DI RADIO SUSKA 107,9 FM BERSAMA AHMAD MAS’ARI, MA.

TALKSHOW ISAIS UIN SUSKA RIAU DI RADIO SUSKA 107,9 FM BERSAMA AHMAD MAS’ARI, MA.

Sistem Khilafah, Utopis kah??

Definisi Khilafah menurut HTI Khilafah adalah sistem pemerintahan yang wilayah kekuasaannya tidak terbatas pada satu negara, melainkan banyak negara di dunia, yang berada di bawah satu kepemimpinan dengan dasar hukumnya adalah syariat Islam.

Dasar Hukum Kewajiban Mendirikan Khilafah

Menurut HTI (dan juga kelompok pro khilafah), kekhilafahan Islam seperti pada masa Khulafaur Rasyidin akan kembali tegak sekali lagi. Salah satunya adalah hadis yang menggambarkan bentuk dan tahapan kekuasaan yang akan terjadi sepeninggal beliau sampai hari kiamat secara urut. Beliau bersabda:

Artinya

Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.

(HR Ahmad).

Tinjauan Aspek Sejarah

  1. Proses pergantian kepemimipinan dari Abu Bakar ke Ali

Pasca wafatnya Rasulullah Saw. Proses pengangkatan Abu Bakar al-Shiddiq menjadi Khalifah dilakukan di dalam satu musyawarah di Saqifah Bani Saidah (sebuah aula di kota Madinah). Pertemuan tersebut diadakan dikarenakan saat itu kaum Muslimin, baik anshar ataupun muhajirin berkeyakinan bahwa Rasulullah tidak pernah menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Singkat cerita, Abu Bakar terpilih berdasarkan suara mayoritas peserta rapat ketika itu. Intinya, Abu Bakar terpilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang cukup alot.

Setelah Abu Bakar wafat, maka Umar bin Khttab-lah yang menjadi pemimpin umat Islam berikutnya. Umar bin Khatthab diangkat sebagai khalifah melalui penunjukan yang dilakukan khalifah Abu Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu dilakukan Abu Bakar guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses pemilihan seperti pada masanya, maka situasinya akan menjadi keruh, karena kemungkinan. Terdapat banyak kepentingan yang ada di antara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil, sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat.

Selanjutnya proses terpilihnya Usman bin Affan. Ketika Umar dalam keadaan sakit, beliau memanggil enam pemuka setiap suku yang ada. Keenam pemuka suku tersebut yaitu Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar menyuruh mereka bermusyawarah secara internal untuk mencari pengganti dirinya setelah wafat nanti. Singkat cerita, Usman terpilih sebagai khalifah setelah Umar melalui musyawarah tersebut. Dalam era modern, sistem ini sekarang dikenal dengan istilah sistem formatur.

Selanjutnya, proses terpilihnya Ali bin Abi Thalib menggantikan Usman sebagai khalifah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Usman bin Affan terbunuh pada malam Jum’at 18 Dzulhijjah tahun 35 H. Sebelum Usman dimakamkan, kaum Muslimin ketika itu menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Usman bin Affan. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa proses peralihan kepemimpinan dari Usman ke Ali adalah melalui proses kudeta.

Dari kronologi yang telah diterangkan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam tidak pernah menetapkan satu-satunya model sistem pemelihan kepala pemerintahan secara defenitif, namun hanya diserahkan sepenuhnya kepada kesepakatan mayoritas sebuah negara yang diatur melalui konstitusinya masing-masing.

  1. Perpecahan internal umat Islam itu karena persoalan politik
  2. Jalannya pemerintahan masing-masing khalifah
  • Pertarungan Bani Umayyah dan Bani Hasyim.
  • Nepotiseme
  • Memang pada akhir kepemimpinan Utsman, para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama di bidang ekonomi. Hidup mewah orang Umayyah dan keluarga usman diprotes, sikap protes salah satunya dilakukan oleh Abu dzar al-Ghifari. (M. Abdul Karim).
  • Pemberontakan, akhirnya Usman yang nota bene sahabat Nabi, menantu Nabi, yang dijamin masuk surga.
  • Jenazahnya terpaksa “bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan.” Ketika mayat itu disemayamkan, tak ada orang yang menyalatinya. Jasad orangtua berumur 83 tahun itu bahkan diludahi dan salah satu persendiannya dipatahkan. Karena tak dapat dikuburkan di pemakaman Islam, khalifah ke-3 itu dimakamkan di Hisy Kaukab, wilayah pekuburan Yahudi. Tak diketahui dengan pasti mengapa semua kekejian itu terjadi kepada seorang yang oleh Nabi sendiri telah dijamin akan masuk surga. (Al-Thabari)
  • Fouda mengutip kitab al-Thabaqat al-Kubra karya sejarah Ibnu Sa’ad yang menyebutkan bahwa khalifah itu agaknya bukan seorang bebas dari keserakahan. Tatkala Usman terbunuh, dalam brankasnya terdapat 30.500.000 dirham dan 100.000 dinar.
  • Pada masa Ali bin Abi Thalib, terjadi perang saudara; perang jamal dan perang shiffin, karena perebutan kekuasaan
  • Muawwiyah berusaha mengambil kekuasaan dari Ali dengan trik dan intri yang licik melalui peristiwa tahkim. Amru bin Ash menipulasi hasil kesepakatannya dengan Abu Musa al-‘Asy’ari.
  1. Berakhirnya khilafah pada masa Ali bin Abi Thalib, karena setelah itu pemerintahan diambil alih oleh Muawwiyah dan merubahnya dengan sistem monarki absolut, tidak khilafah lagi yang mekanismenya diserahkan kepada rakyat.
  2. Tidak pas mengidentikkan khilafah Islamiyah itu dengan kejayaan Turki Usmani, karena Turki Usmani juga bukan sistem khilafah, melainkan monarki absolut.
  3. Dalam konteks sekarang, apakah sistem seperti ini dianggap ideal??

Konteks Indonesia, Kenapa harus ber-Pancasila?

  • Dalam masyarakat yang majemuk, perlu adanya aturan yang berisikan nilai-nilai etika dan pesan moral untuk dijadikan pedoman bersama baik secara pribadi maupun kelompok, agar tidak terjadi benturan di masyarakat. Realitas keberagaman ini menjadi landasan bagi Indonesia, yang kemudian secara eksplisit menjadikan Pancasila sebagai lambang negara yang berdiri di atas semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
  • Indonesia memang sudah berhasil terbentuk sebagai sebuah negara, tapi belum sebagai bangsa, karena sebuah bangsa terbentuk atas dasar kesamaan, baik karena kesamaan suku, agama, dan lain-lain. Instrumen yang bisa menyatukan semua perbedaan ini adalah Pancasila. Pancasila merupakan hasil kompromi dari Founding Fathers kita untuk mengakomodasi semua keragaman yang ada.
  • Kita jangan seolah-olah hidup di negeri impian sendiri, seakan menafikan ada jutaan lain warga negara yang memiliki kedudukan hukum dan hak yang sama, di mana mereka memiliki pandangan dan keyakinan berbeda dengan kita.

Pancasila Toghut?

  • Ber-Pancasila, bukan Tak Taat Agama
  • Tidak ada satu sila yang bertentangan dengan ruh atau spirit yang dibawa oleh ajaran Islam, dan juga agama lain selain Islam. Dari persoalan yang sifatnya vertikal sampai persoalan yang sifatnya horizontal semuanya terakomodasi di dalam Pancasila.

Pemerintah Membubarkan HTI • Pemerintah berkewajiban menjaga keutuhan tiap jengkal NKRI dari hal-hal yang berpotensi merusaknya. • Ormas atau kelompok manapun yang akan melakukan rongrongan terhadap Pancasila harus ditindak tegas. Negara tidak boleh kalah oleh kelompok intoleran, dan negara harus bisa memastikan hukum ditegakkan dan keberagaman Indonesia dijaga.

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Publik dengan tema “Jilbab dalam Polemik”

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Publik dengan tema “Jilbab dalam Polemik”

Jilbab dalam Polemik adalah tema yang sangat menarik untuk diulas pada diskusi publik kali ini. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya persepsi mengenai jilbab itu sendiri. Pemateri yang kaya akan intelektual dihadirkan oleh ISAIS, yaitu Dr. Nurhasanah Bakhtiar, M.Ag, Dr. Riswani, M.Ed, serta Dr. Sukma Erni, M.Pd. yang memaparkan jilbab dari berbagai sisi.

Diskusi publik ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 14 Februari 2020 mulai pukul 09.00 s/d 12.00 di depan ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1) bersama seorang moderator yaitu  Dr. Yasnel, M.Ag. Sesuai dengan tema kali ini tentunya banyak wanita yang dominan sebagai peserta, namun ternyata banyak pertanyaan justeru datang dari kaum laki-laki. Sangat hangat diskusi pada pagi ini.

Wacana jilbab di Indonesia tidak pernah lepas dari kondisi sosial dan politik yang membentuk model konsumsi atau penggunaan jilbab di kalangan perempuan muslim. Maka wajar jika pada satu era jumlah pemakainya sedikit tapi di masa yang lain terlihat membludak. Banyak persoalan yang kian menghantui para pengguna jilbab dan yang tidak menggunakan jilbab.

Hingga hari ini, polemik tentang jilbab masih hangat dikalangan akademisi. Perdebatan itu selalu muncul pada setiap era. Sehingga model dan cara pemakaian jilbab akan selalu berbeda dan berubah sesuai daerah maupun zamannya.