WEBINAR NASIONAL: “Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama dalam Islam dan Agama Lain”

WEBINAR NASIONAL: “Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama dalam Islam dan Agama Lain”

ISNU INHIL bekerjasama dengan ISAIS UIN SUSKA Riau dalam menggelar Webinar Nasional yang bertemakan “Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama dalam Islam dan Agama Lain”. Webinar ini dilaksanakan secara online menggunakan aplikasi zoom yang dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 22 Juni 2020 pukul 14.00 WIB.

Narasumber luar biasa telah berhasil dihadirkan pada webinar ini, diantaranya:

  1. Prof. Anis Malik Toha Lc., M.A., Ph.D (Guru besar University Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam
  2. Prof. Munzir Hitami, M.A. (Guru besar UIN SUSKA Riau).
  3. Dr. Budhy Munawwar (Pendiri Nurcholish Majid Society (NCMS).
  4. Sudarto, MA. (Program Manager Badan Pengurus Pusaka Foundation Padang).
  5. Prof. Dr. Hj. Umi Sumbulah, M.Ag (Direktur Pascasarjana UIN maulana Malik Ibrahim Malang).
  6. Alimatul Qibtiyah, S.Ag., M.Si., Ph.D (Komisioner KOMNAS Perempuan)

Webinar ini di moderatori oleh Dardiri, MA. Beliau adalah salah satu Dosen UIN SUSKA Riau. Diskusi ini berjalan dengan lancar dan hangat tentunya dengan berbagai pemikiran yang dibahas dalam berbagai sudut pandang.

Bagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagai takdir dan sunnatullah. Ia tak diminta, melainkan pemberian Tuhan Yang Maha Mencipta, bukan untuk ditawar, tapi untuk diterima (taken for granted). Perbedaan biasanya membawa kepada perpecahan. Oleh karena itu, perlu sikap bijak dalam menghadapi perbedaan. Diantara cara terbaik adalah dengan melihat nilai kebaikan dalam setiap ajaran/keyakinan/background orang lain.

Mengenai toleransi harus ada pondasi transendentalnya. Toleransi bisa berkembang kalau keberagaman itu inklusif. Hanya dalam paham inklusif toleransi bisa dikembangkan. Toleransi dalam pengertian pemahaman, sikap dan perilaku terhadap perbedaan keyakinan meliputi 3 aspek yaitu pemahaman mengenai perbedaan, sikap terhadap perbedaan dan perilaku dalam memahami dan menyikapi perbedaan.

Secara umum, sikap agama satu dengan yang lain adalah eksklusif. Dimana agamanya lah yang paling benar dan menuju kebaikan. Toleransi itu mengalami pengembangan makna, dimana pada awalnya adalah penganut berbagai kemajemukan dan hak orang lain menjadi berbeda. Bahkan sekarang ini menerima kebenaran di dalam pihak yang lain. Para peneiti dan ilmuan kurang “srek” dengan istilah toleransi saat ini. Toleran sekarang seperti kebaikan yang menipu. Ini terjadi karena adanya pengaruh persepsi modern setelah bertemu dengan sekularisme.

Sekularisme telah merubah semua sendi kehidupan, konsepsi dan persepsi agama dan peta hubungan antar-agama. Situasi dan peta hubungan atar-agama yang paling dramatis adalah gempuran “quasi agama-agama” (quasi-religions) terhadap agama-agama nyata “religions proper“. Islam menawarkan konsep toleransi yang lebih manusiawi, rasional dan fair, yang terbukti dalam perjalanan sejarahnya yang cukup panjang.

Seorang filsuf mengemukakan bahwa toleransi mempunyai tingkat” yang berbeda

  1. Penerimaan pasif (saling terima tapi pasif, tidak ada suatu hubungan yang mendalam)
  2. Kepedulian yang ringan
  3. Mengakui adanya perbedaan dan bersikap terbuka kepada yang lain
  4. Mengakui orang lain memiliki hak-hak dasar
  5. Inklusi sosial. Bahwa konsep toleransi harus kita cari akar-akarnya

Sekarang ada yg menginginkan kesatuan yg tidak ada lagi mazhab, agama, kekuasaan kecuali satu. Itu adalah sebuah utopia dan sikap-sikap Radikalisme dan ekstrimisme kekerasan sudah mulai muncul bibit-bibitnya. Ituah yg menjadi eksklusif.

Semoga kita semakin bijak dalam bertindak dan menyuarakan perdamaian dan moderasi beragama. Baik dengan cara menciptakan karya-karya, aksi nyata, webinar dan lainnya.