ISAIS BERDISKUSI PADA KEGIATAN KEAKRABAN DI SANGGAR PUBLIC RELATION FAKULTAS DAKWAH UIN SUSKA RIAU

ISAIS BERDISKUSI PADA KEGIATAN KEAKRABAN DI SANGGAR PUBLIC RELATION FAKULTAS DAKWAH UIN SUSKA RIAU

Pada hari minggu tanggal 17 November 2019 yang lalu, ISAIS bersama dengan komunitas Sanggar Public Relation (PR) Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau menyelenggarakan diskusi bareng di Pemandian Acil, Sungai Pagar, Kabupaten Kampar. Perjalanan menuju lokasi kegiatan, kami tempuh selama kurang lebih 2 jam. Diskusi berlangsung dimulai dengan pukul 13.30 dan berahir pada jam 16.00 WIB. Peserta diskusi pun cukup apresiatif, ditengah kerumunan pepohonan kebun karet yang menyejukkan.

Kira-kira menurut anda kelahiran, jenis kelamin, dan agama, itu sebuah pemberian (kodrati) atau ciptaan sendiri?” begitu pertanyaan awal yang dikemukakan oleh Bapak Imam Hanafi sebagai narasumber kepada para peserta. Hampir semua peserta menyatakan bahwa itu semua adalah sesuatu yang given dari Tuhan. Kecuali pada agama, ada sebagian yang menyatakan ada proses pencarian yang dilakukan secara mandiri dalam memahami dan meyakini keagamaannya.

Terlepas dari perdebatan tentang itu, konsep tentang pemberian (given) ini menjadi penting untuk dipahami bersama sebagai bentuk kepatuhan atas ketetapan yang diberikan Tuhan kepada makhluqnya. Juga sebagai bentuk upaya menghargai atas pemberian itu pada sesamanya. Kesadaran ini menjadi penting ketika penerimaan atas orang lain tidak didasarkan pada doktrin ini. Bisa saja orang tidak menganggap atau tidak menghormati yang lainnya, karena tidak memiliki kesadaran ini. Lebih parah lagi adalah apa yang dilakukan oleh Iblis ketika menolak Nabi Adam karena argumentasi geneologis.

Iblis menolak bersujud ke Nabi Adam karena keangkuahannya. Keangkuhan ini didasarkan pada asal penciptaan. “Aku dari api, sedangkan Adam dari tanah” teriak Iblis. Api dianggap lebih baik dari pada tanah oleh Iblis. Sehingga kedudukan sosialnya, lebih mulia api dari pada tanah. Tuhan kemudian marah kepada Iblis, karena melawan kodrat yang telah ditetapkan oleh-Nya. Kejahatan Iblis ini adalah kejahatan sektarian.

Demikian lah iblis kemudian menjadi simbol kejahatan manusia, dan malaikat adalah simbol dari kebaikan manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial, seringkali terjebak pada persoalan ini. Seringkali manusia merasa lebih baik dari pada manusia lainnya. Sehingga, rasa saling menghargai dan menghormati menjadi melemah.

Kehadiran agama mestinya mestinya memberikan rasa untuk selalu aktif dalam merespon persoalan-persoalan sosial dan kemanusian ini. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khuthbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah sosial kemanusiaan. Semoga anda mampu menyelamatkan manusia yang lainnya.

Leave a Reply