ISAIS UIN SUSKA RIAU KEMBALI MENGGELAR FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DENGAN AGEN PERUBAHAN MA’HAD ALY UIN SUSKA RIAU

ISAIS UIN SUSKA RIAU KEMBALI MENGGELAR FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DENGAN AGEN PERUBAHAN MA’HAD ALY UIN SUSKA RIAU

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan agen perubahan Ma’had Aly UIN SUSKA RIAU yang ketiga kali. Acara ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 26 Oktober 2019 tepatnya di Asrama Ma’had aly UIN SUSKA RIAU dengan tema “Islam dan Kearifan Lokal (Proses Alkuturasi dan Kontestasi)”. Kegiatan ini mengahadirkan dosen UIN SUSKA RIAU dan peserta sebanyak 50 orang.

Pembicara yang hadir dalam kegiatan ini yaitu Dr. Perdamaian Hasibuan, M.A dosen UIN SUSKA RIAU. Persoalan interaksi Islam dan budaya lokal selalu melibatkan pertarungan atau ketegangan antara agama sebagai doktrin yang  bersifat  absolut  yang  berasal  dari Tuhan  dengan  nilai-nilai  budaya  yang bersifat  empiris.  Dalam  hal  ini,  agama memberikan sejumlah konsepsi  kepada manusia mengenai konstruk realitas yang didasarkan bukan pada pengetahuan dan pengamalan  empiris  kemanusiaan  itu sendiri,   melainkan   dari   otoritas ketuhanan. Tetapi konstruk realitas yangbersifat transenden tidak bisa sepenuhnya dipahami  manusia  untuk  diwujudkan. Karena   tak   jarang   konsepsi   itu disampaikan  melalui  simbolisme  dan ambiguitas   yang   pada   gilirannya menciptakan  perbedaan-perbedaan interpretasi  dan  pemahaman  di  antara individu-individu atau kelompok. Hal ini merupakan ketegangan ekstra yang sulit dihindari  (Azyumardi  Azra,  1999:  229-230).

Menurut beliau, dalam menjelaskan Islam dan Kearifan Lokal dengan mendeskripsikan bahwa air sungai kampar itu seperti islam nya di zaman Rasulullah, kemudian anak-anak sungai tersebut diibaratkan dengan macam-macam aliran yang ada dan selalu diperdebatkan itu merupakan kearifan lokal. Oleh karena itu, renungan yang patut untuk dipikirkan menurut beliau ikutilah air sungai kampar itu, maksudnya agar kita tidak selalu memperdebatkan masalah-masalah perbedaan diantara kita, baik NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya.

     

Isais Uin Suska Riau Menggelar Intensive Course of Statistics Methodology of Research (ICSMR) Bersama Mahasiswa Uin Suska Riau

Isais Uin Suska Riau Menggelar Intensive Course of Statistics Methodology of Research (ICSMR) Bersama Mahasiswa Uin Suska Riau

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) mengadakan kelas belajar Statistik selama satu semester di UIN SUSKA RIAU. Dengan nama kegiatan Intensive Course of Statistics Methodology of Research. Acara ini pertama kalinya diselenggarakan pada hari Kamis, 24 Oktober 2019 tepatnya di Sekretariat ISAIS Lt.1 Gedung Islamic Center UIN SUSKA RIAU. Pemateri kegiatan ini oleh dosen UIN SUSKA RIAU yang berpengalaman dalam bidangnya dengan peserta sebanyak 25 orang mahasiswa dari berbagai fakultas yang mendaftar secara gratis.

Dosen yang memberikan materi dalam kuliah ini yaitu Drs. H. Zulkifli. M. Nuh, M.Ed. selaku dosen UIN SUSKA RIAU. Kegiatan ini, akan dilaksanakan selama 15 kali pertemuan dalam satu semester. Kelas ini diawali dengan membahas analisis data, di mana setiap mahasiswa harus bisa dan paham bagaimana mengalisis data sebelum dilakukan pengujian. Semua mahasiswa antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Bapak Drs. H. Zulkifli. M. Nuh, M.Ed. mampu menghidupkan suasana kelas sehinga mahasiswa tertarik aktif untuk berbicara dan bertanya. Dengan kegiatan ini Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) mengharapkan dapat melahirkan mahasiswa yang mampu memahami metodologi penelitian. Setiap mahasiswa dituntut untuk dapat menguasai setiap materi yang diberikan. Kemudian nantinya akan ada ujian di akhir semester sebagai tanda kelulusan dan di berikan sertifikat penghargaan kepada peserta.

Kuliah Umum ISAIS bersama Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.A., CBE

Kuliah Umum ISAIS bersama Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.A., CBE

Institute for South-east Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Sultan Syarif Kasim Riau menggelar Kuliah Umum bertema “Urgensi Pemahaman Sejarah Bagi Pembentukan Sikap dan Intelektual yang Moderat”, Kuliah umum ini cukup istimewa karena menghadirkan narasumber Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., CBE. Kegiatan yang dihadiri, ratusan dosen dan mahasiswa ini berlangsung di Aula Lantai V Gedung Rektorat UIN SUSKA RIAU.

Prof. Dr. H. Akhmad Mujahidin, S.Ag., M.Ag. Rektor UIN Suska Riau dalam sambutannya menyatakan menyambut baik atas terlaksananya kegiatan ini. “Kegiatan ini merupakan Kegiatan yang tak terpisahkan dari ruh perjuangan bangsa dimasa lalu. Banyak pemimpin bangsa di masa lalu yang menyumbangkan pemikiran dan gagasan untuk kemajuan bangsa ini, jangan sampai kita melupakan sejarah” tegas Rektor.

Sementara itu,Direktur ISAIS Dr. Alimuddin Hasan, M. Ag, menyatakan bahwa kegiatan ini sudah menjadi program kerja ISAIS. Kedepan, selain mendatangkan tokoh-tokoh seperti Azyumardi Azra, ISAIS juga akan melaksanakan kursus studi naskah-naskah arab, pengantar metodelogi studi Islam dan berbagai kegiatan positif lainnya. “Kegiatan-kegiatan ini diiringi dengan mendatangkan tokoh-tokoh bangsa lainnya seperti  Cak Nun dan Gus Mus,” jelasnya.

Sebelum Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., CBE menyampaikan kuliah umum,  Prof. Dr. H. Munzir Hitami, MA Rektor UIN Suska Periode 2014-2018 turut menyampaikan pengantar awal rencana perkuliahan dalam memahami ulang sejarah. “Mengkaji sejarah artinya Mengkaji karya-karya orang sebelum kita, mengkaji karya-karya yang monumental. Hal ini perlu untuk dilakukan,” tegas Prof. Munzir.

Dalam memahami teks agama saat ini terjadi kecenderungan terpolarisasinya pemeluk agama dalam dua kutub ekstrem. Satu kutub terlalu mendewakan teks tanpa menghiraukan kemampuan akal atau nalar. Kutub lain sebaliknya, terlalu mendewakan akal pikiran sehingga mengabaikan teks. Kedua kutub ini sama bahayanya.

Permasalahan ini membuat umat terpecah. Karena itu, perlu adanya pemahaman dan pengamalan bangsa yang moderat. Bagi terbentuknya intelektualisme Islam yang wasyatiah atau moderat kita perlu mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu agar tidak berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama. “Mohon maaf ya, sebagian kita lebih bodoh dari kedelai karena tidak bisa mengambil pelajaran dari masa lalu. Kesalahan masa lalu diulang-ulang kembali. Sejak dulu bila ummat Islam selalu berkelahi maka akan mudah dihancurkan, disinilah perlunya Islam yang Wasathiyah, yang tidak terlalu berat kekiri juga tidak terlalu berat ke kanan, moderat, ada ditengah-tengah,” Jelas pria yang meraih gelar kehormatan dari kerajaan Inggris ini.

Pembentukan Tradisi Wasathiyah di Indonesia dimulai dari masa penyebaran Islam, Islamisasi dilakukan secara damai. Kerajaan juga memegang peranan penting; relasi dengan ulama sangat baik. “Untuk di Riau contohnya dengan Kesultanan Siak. Hubungan simbiotik sultan dengan ulama atau penyiar Islam harus diungkap, untuk menjadi pembelajaran,” ujar peraih gelar MA dari Columbia University ini.

Selain itu, Corak Islam berupa Fiqh/ Syariah-Tasauf yang menyebabkan konflik akomodasi dan rekonsuliasi dengan tradisi lokal. Bisa diistilahkan dengan Islam embedded, Islam yang corak kemelayuannya melekat melalui proses akulturasi. “Jika ada kelompok yang menolak ini sekarang maka ini adalah sikap yang memunculkan tindakan ekstrim karena bagaimanapun juga agama itu berkembang tidak di ruang yang kosong tapi sudah memiliki sistem nilai, sistem budaya. Semakin terakulturasi maka akan semakin lekat Islam di dalamnya,” terang pria kelahiran Lubuk Alung ini.

Tidak ada Islam di dunia yang sekaya Indonesia. Ada ribuan pesantren, Hal ini merupakan warisan yang sangat khas Indonesia. Pesantren-pesantren dan Sekolah/ Universitas muncul dari tradisi kemandirian yang tidak tergantung kekuasaaan. “Kenapa ini bisa terjadi karena Lembaga-lembaga ini bukan dibiayai oleh pemerintah, mandiri jadi bisa maju.” Jelasnya lagi.

Masa depan Islam adalah Islam yang mendukung perkembangan sains dan teknologi, ilmu dan inovasi. Kehadiran Universitas Islam Negeri (UIN) itu mutlak karena dari UIN lah Indonesia akan mendapatkan ahli teknologi, ahli pertanian dan peternakan, farmasi dan kedokteran. “Umat Islam Indonesia ini terlalu besar masalahnya kalau harus diselesaikan oleh orang lain, jadi harus kita sendiri yang menyelesaikannya. Kalau umat Islam maju maka Indonesia akan maju. Kalau ummat Islam terbelakang maka Indonesia akan terbelakang. Jadi dari UIN inillahir orang-orang yang berfikiran maju yang akan mengurus permasalahan bangsa ini.” Pungkas Guru besar sejarah ini.

 

       

ISAIS Berpartisipasi dalam Kegiatan Celebrating Diversity By Living Positive Values di Yogyakarta

ISAIS Berpartisipasi dalam Kegiatan Celebrating Diversity By Living Positive Values di Yogyakarta

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) mengirim mahasiswa ke Yogyakarta untuk mengikuti kegiatan Celebrating Diversity By Living Positive Values. Kegiatan ini hampir sama dengan peace camp, kegiatan yang diadakan untuk menyadarkan pentingnya sikap bertoleransi terhadap agama, suku, ras, warna kulit, dan lain sebagainya. Dimana kegiatan tersebut mengajarkan para peserta untuk menerapkan nilai-nilai positif dalam segala aspek kehidupan. Mahasiswa yang berpartisipasi dalam kegiatan ini dipilih dari berbagai fakultas yang mengirim tulisan. Sehingga terpilih lah Miftahul Huda dan Apri Wilnita dari Fakultas Syariah.

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 22 – 23 oktober 2019 yang mana kegiatan ini memiliki kerja sama antara Equal Access Internasional, Locus Perdamaian Indonesia, Rumah Kearifan,  dan UIN Sunan Kalijaga. Mereka mengadakan event seperti ini agar para pemuda mengerti akan pentingnya perdamaian di dalam diri sendiri agar dapat mengekspresikan diri yang baik.

Dari pihak Equal Acces di hadiri oleh Zack Muetteries dan kawan-kawan yang berkolaborasi dengan kawan-kawan dari Locus Perdamaian. Acara ini diselenggarakan di Omah Penginapan Wisata Tembi, Yogyakarta, yang dilaksanakan selama dua hari satu malam. Acara ini di hadiri oleh berbagai macam pemuda, mahasiwa dan aktivis dari berbagai macam oganisasi dan dari berbagai Universitas yang ada di Indonesia.

Acara ini dikemas semenarik mungkin agar para peserta tidak merasa bosan mengikuti acara yang diadakan di Yogyakarta tersebut. Sehingga untuk mendekatkan diri agar terciptanya seorang pembawa perdamaian ada tiga cara yaitu memberikan teori, memberikan praktek, dan menggunakan hati.

Berbagai konfllik yang terjadi membuat kita termotivasi untuk menyebarkan kebaikan melalui toleransi yang sebenarnya, bukan ingin mendeskriminasi satu golongan saja. Karna konflik terjadi karena sifat jelek seseorang, dan sifat itu lah yang harus dirubah bukan malah menghina kaum mayoritas atau minoritas.

Harapan dari kegiatan ini agar para peace maker itu berkembang tidak hanya yang berada di daerah konflik saja tetapi di daerah yang aman juga.

 

ISAIS Mengirim 2 Orang Mahasiswa Uin Suska Riau Ke Surabaya

ISAIS Mengirim 2 Orang Mahasiswa Uin Suska Riau Ke Surabaya

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) mengirim 2 mahasiswa ke Surabaya untuk mengikuti kegiatan Youth Leaders Peace Camp. Mahasiswa dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yakni Bahrul Ulum dan dari Fakultas Syariah yang bernama Hilyati Zikriani. Kegiatan ini merupakan sebuah camp yang diadakan untuk menyadarkan pentingnya sikap bertoleransi terhadap agama, suku, ras, warna kulit, dan lain sebagainya. Dimana kegiatan tersebut mengajarkan para peserta untuk menerapkan nilai-nilai positif dalam segala aspek kehidupan.

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 19 -20 Oktober 2019 yang mana Equal Access Internasional bekerja sama dengan Locus Perdamaian mereka mengadakan event seperti ini agar para pemuda mengerti akan pentingnya perdamaian di dalam diri sendiri agar dapat mengekspresikan diri yang baik.

Dari pihak Equal Acces di hadiri oleh Zack Muetteries dan kawan-kawan yang berkolaborasi dengan kawan-kawan dari Locus Perdamaian. Kegiatan ini di hadiri oleh berbagai macam mahasiwa dan aktivis dari berbagai macam oganisasi dan dari berbagai Universitas yang ada di Indonesia.

Kegiatan ini dikemas semenarik mungkin agar para peserta tidak merasa bosan mengikuti acara yang diadakan tersebut. Karena untuk mendekatkan diri sehingga tercipta seorang pembawa perdamaian. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tiga cara yaitu memberikan teori, memberikan praktek, dan menggunakan hati.

Berbagai konfllik yang terjadi membuat kita termotivasi untuk menyebarkan kebaikan melalui toleransi yang sebenarnya, bukan ingin mendiskriminasi satu golongan saja. Pada dasarnya konflik terjadi karena sifat jelek yang dimiliki seseorang, dan sifat itu lah yang harus dirubah bukan malah menghina kaum mayoritas atau minoritas.

Harapan dari kegiatan ini agar para peace maker itu berkembang tidak hanya yang berada di daerah konflik saja tetapi di daerah yang aman juga.

ISAIS Mengadakan Diskusi Intelektual Goes to Faculty Ushuluddin

ISAIS Mengadakan Diskusi Intelektual Goes to Faculty Ushuluddin

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) mengadakan diskusi intelektual dengan tema “MUI, Halalisasi dan Otoritas Agama” dengan pemateri Dr. Junaidi Lubis, M.Ag Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN SUSKA RIAU. Kegiatan ini dihadiri mahasiswa Fakultas Ushuluddin sebanyak 50 mahasiswa dari berbagai jurusan.

Menurut beliau, MUI lahir setelah indonesia ada dan MUI bukanlah organ negara. Mengapa MUI ada? Karena pada saat itu di Jawa terjadi perbedaan  eksekutif. MUI itu adalah perpanjangan tangan pemerintah untuk masalah keagamaan yang ada di indonesia. Dan sentralisasi dikalangan masyarakat. Dari segi skeptis, kita memandang MUI bukanlah ulama, karena ada terjadi sudut pandang yang berbeda. Perlu kita ketahui bahwa ulama itu adalah manusia yang mengetahui atau yang mempunyai ilmu dan ulama barang tentu punya metode atau cara untuk menentukan permasalahan-permasalahan tertentu.

Mengetahui sesuatu hal harus dengan metode atau ilmunya. Begitu juga dengan ulama sebagai orang yang memiliki pengetahuan akan keagamaan. Hal yang lebih kompleks lagi harus dihadapkan dengan permasalahan muthakir ini. Seorang ulama dituntut untuk dapat memahami dengan lebih hanya sekedar agama namun juga ilmu pengetahuan. Sebab tidaklah benar agama itu apabila bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Bisa diperkirakan agama itu tidak akan bertahan lama dan akhirnya ditinggalkan. Dengan demikian, agama itu harus bergandengan dengan perkembangan suatu zaman dengan zamannya sendiri.

Untuk menentukan halalisasi tentu harus ada hukum-hukum yang mempelajari tentang halal dan tentu telah diatur didalam syariat Islam. Contoh kasus nya adalah imunisasi campak dan rubela. Di dalam imunisasi itu tidak terdapat satu pun obat yang memang asalnya halal. Karena salah satu misalnya didalam vaksin mengandung minyak babi. Sedangkan vaksin itu sangat berguna bagi manusia untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Supaya tubuh memiliki imun yang kuat untuk menyerang penyakit yang  datang. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa suatu hukum itu bisa berubah sesuai dengan konteksnya. Bukan hanya terpaku pada teks semata yang ada di dalam al-Qur’an. Dalam konteks ini pun sama dengan permasalan obat penyakit rubela dan campak diatas. Jika tidak diberi dengan obat maka yang akan terjadi adalah penyakit itu tidak bisa disembuhkan dan bahkan nyawa pun terancam.

Kemudian dalam otoritas agama kita hanya perlu ulama, ulama yang mengetahui dan bukanlah ulama yang harus ikut dalam keorganisasian tertentu.