Diskusi Ma’had se-Indonesia: “Moderasi Beragama Antitesa Terhadap Paham Radikal Dikalangan Mahasantri”

Diskusi Ma’had se-Indonesia: “Moderasi Beragama Antitesa Terhadap Paham Radikal Dikalangan Mahasantri”

Gelar webinar nasional untuk seluruh mahasantri yang ada di Indonesia. ISAIS UIN SUSKA Riau selalu mendukung mahasiswa dalam mengembangkan atau menyalurkan bakatnya. Tidak hanya itu, lembaga ini juga menjadi wadah baik untuk mahasiswa maupun dosen dalam memperluas wawasan intelektualnya. Pada webinar kali ini tentunya berbeda dengan biasanya karena peserta khusus mahasantri yang ada di Indonesia.

Ma’had Al-Jami’ah UIN SUSKA Riau yang menjadi tuan rumah kali ini bekerjasama dengan ISAIS yang mendatangkan pemateri luar biasa. Narasumber 1 yaitu Prof. Noorhadi, M.A, M.Phil, Ph.D. (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta), narasumber 2 yaitu Dr. KH. Akhmad Muzaki, MA. (Mudir Ma’had Aljamiah UIN Malang) dan narasumber 3 yaitu Dr. Arwan Mas’ud, M.Pd. (Mudir Ma’had Aljamiah UIN SUSKA Riau).

Webinar nasional yang bertemakan: “Moderasi Beragama Antitesa Terhadap Paham Radikal Dikalangan Mahasantri Ma’had Al-Jamiah PTKIN” dimoderatori oleh Dadang Firdaus, MA. (Sekretaris Ma’had Aljamiah UIN SUSKA Riau).

Diselenggarakan pada hari kamis, tanggal 03 September 2020 mulai pukul 20.00 WIB sampai selesai. Karena kondisi tidak memungkinkan dengan adanya wabah covid-19, maka dilaksanakan secara online via zoom.

Radikalisme Islam tidak bisa dipisahkan dari Islamisme, pemikiran, paham, wacana, aksi dan gerakan yang memandang Islam bukan sekadar agama, tapi juga ideologi politik yang mendasari bekerjanya sistem kehidupan secara menyeluruh

Islamisme, atau sering juga disebut Islam politik, terutama bukan merupakan gejala agama, tetapi fenomena sosial-politik melibatkan sekelompok individu Muslim yang aktif melakukan gerakan didasari ideologi tertentu yang mereka yakini.

Radikalisme adalah faham, wacana dan aktivisme yang berupaya melakukan perubahan yang radikal terhadap sistem—politik, ekonomi, sosial dan budaya—yang ada. Radikalisme memiliki 3 dimensi terpenting: (1) Intoleransi, (2) anti-sistem dan (3) gagasan revolusioner (keinginan untuk mengubah sistem secara radikal, menyeluruh dan serta-merta). Radikalisme tidak secara otomatis melibatkan kekerasan.

Ekstremisme melangkah lebih jauh dibandingkan radikalisme. Di samping ingin melakukan perubahan terhadap sistem yang berlaku secara radikal, menyeluruh dan serta-merta, ekstremisme juga membenarkan kekerasan sebagai taktik untuk mencapai tujuan. Berbeda dari radikalisme, ekstremisme memperlihatkan ketidaksabaran menunggu perubahan dengan memilih taktik kekerasan.

Didasari keinginan untuk mengubah sistem yang berlaku secara menyeluruh dan revolusioner yang dibangun di atas keyakinan ideologis mengenai supremasi dan totalitas Islam, terorisme menerapkan taktik kekerasan secara sistematis. Tujuan utama terorisme adalah menimbulkan ketakutan dan perasaan traumatik mendalam di kalangan masyarakat untuk memaksa mereka tunduk pada agenda yang diinginkan kaum teroris.

Islam wasatiyya memastikan adanya hubungan yang harmonis antara agama dan negara. Terlepas dari fakta bahwa Indonesia bukan negara Islam Pancasila, yang merupakan lima prinsip yang berfungsi sebagai sebagai ideologi negara, jaminan harus ditegakkan bagi kebebasan beragama dan hak-hak Muslim-serta non-Muslim- untuk melakukan kewajiban agama mereka. Nilai-nilainya yang demikian tidak bertentangan dengan Islam. Pancasila harus diterima sebagai dasar bersama bagi hidup rukun sebagai bangsa. Melekat di Pancasila adalah gagasan tentang pluralisme dan multikulturalisme

secara detail dapat disaksikan materi diskusi webinar nasional ini di youtube ISAIS UIN SUSKA Riau.

Leave a Reply