ISAIS UIN SUSKA RIAU mengadakan talkshow di radio suska 107,9 FM. Talkshow ini diadakan pada kamis, 06 Februari 2020 tepatnya pukul 10.00 s/d 11.00 WIB. Talkshow pertama ini bersama Direktur ISAIS yaitu Alimuddin Hassan Palawa yang menyampaikan harapan dan impian ISAIS. Beliau memaparkan mengenai kajian Islam Inklusif, Moderat, Plural dan Toleran.
Perdebatan dan kontroversi yang menimpa ISAIS (Institute for Southeast Asian Islamic Studies) setahun lebih silam dalam pelaksanaan kegiatan ilmiah yang mencuat itu, terkait-nyata dengan persoalan pemahaman keagamaan demi keutuhan bangsa.
Pemahaman keagamaan yang dibutuhkan oleh bangsa adalah inklusif, moderat, plural dan toleran, dan bukannya pemahaman keagamaan yang ekslusif, estrim dan singular (hitam-putin), dan radikal. Pemahaman keagamaan yang disebut pertama tadi, seharusnyabdipelajari dan diteladani dari dua figur Guru Bangsa, yaitu (allahumma yarham bagi keduanya), Gus Dur dan Cak Nur.
Sekiranya pemahaman keagamaan yang diajarakan oleh kedua Guru Bangsa itu tidak dituruti, alamat bangsa ini akan bubar. Mengingat masalah ini terkait dengan kelangsungan hidup negara-bangsa, pemahaman ekslusif, ekstrim dan singular (hitam-putin), dan radikal harus menjadi musuh bersama. Artinya, kalau pemikiran ini terus dibiarkan dan bahkan didoktrinkan kepada warga negara, apalagi kepada warga kampus, maka negara bangsa ini siap-siap sajalah untuk “tutup buku” atau gulung tikar! Demi kelangasungan hidup berbangsa dan bernegara, pemahaman keagamaan semacam ini harus disingkirkan, terutama dalam kehidupan warga kampus yang memang seyogyanya menjunjung tinggi nilai-nilai akademik-ilmiah.
Keberadaan ISAIS (Institute for Southeast Asian Islamic Studies) sebagai bagian dari warga kampus UIN Suska Riau ingin tetap menjadi pengusung pemikiran dan pemahaman keagamaan yang inklusif, moderat, plural dan toleran, seperti disebut di awal tadi. Kalau ada orang tertentu di kalangan warga kampus yang membeci ISAIS dalam mengusung pemikiran dan pemahaman Islam dimaksud, berarti mereka itu adalah menjadi bagian dari pengusung pemikiran dan pemahaman agama yang ekslusif, ekstrim, singular (hitam-putih) dan radikal. Dari kedua pemahaman ini –diusung ISAIS dan sebaliknya diusung oleh “penentang” ISAIS, mana yang dibutuhkan oleh warga kampus pada khususnya dan warga negara-bangsa pada umum?
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan retorik yang tidak memerlukan jawaban. Dengan begitu, menurut saya, pemahaman keagamaan yang ekslusif, ekstrim, singular dan radikal harus kita desak ke pinggur, dan pada gilirannya ditolak. Pemamahan negatif ini dapat dipastikan akan menjadi “racun” bagi kelangsungan hidup beragama dalam keragaman berbangsa dan bernegara. Sebaliknya, kita harus mengarus-utamakan dengan terus-menerus menyampaikan pemahaman Islam inklsuif, moderat, plural dan toleran yang dapat menjadi “obat” bagi kelangsungan dan keutuhan NKRI.
Beralas pada pemikiran di atas Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) di masa-masa mendatang berupaya untuk melakukan kegiatan dengan tema besar: “MEMBELA AGAMA TANPA KEKERASAN; Sebuah upaya Mainstreaming Pemahaman Keagamaan yang Inklusif, Moderat dan Plural serta Toleran”. Upaya-upaya intellectual exercise ini merupakan sebuah “ijtihadi” dalam merespon pemahaman keagamaan yang esklusif, ekstrim singular (hitam-putih) serta paham radikal yang merebak akhir ini di Negera tercinta, Indonesia. Dengan harapan, insya Allah, dengan pemahaman keagamaan Islam sedemikian itu Indonesia akan dapat merayakan seabad kemerdekaanya, sehingga Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” tetap membahana di seantero negeri; sehingga Bendera Kebangsaan Sang “Merah Putih” tetap berkibar di bumi Pertiwi dari Merauke sampai Sabang.
Wa Allah a’lam bi al-Shawab.
Alimuddin Hassan Palawa.