ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Ketiga “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Ketiga “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Drs. Iskandar Arnel, MA., Ph.D. merupakan narasumber pada diskusi ketiga bersama Prof. Dr. Munzir Hitami, M.A. Beliau mengangkat topik “Enigma Hubungan Antara Wali, Nabi dan Rasul” Topik yang sangat menarik ini diulas secara detail oleh pemateri beserta audiens dari kalangan dosen dan mahasiswa pada tanggal 04 Desember 2019 mulai pukul 09.00 hingga 12.00 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Pembahasan yang luar biasa ini dikaji ulang secara mendalam. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seakan menambah kenikmatan diskusi dan menambah wawasan yang sangat penting dan mendasar ini.

“Ketahuilah bahwa walāyaḧ adalah al-muḥīṭaḧ al-ʿāmmaḧ, dan ini merupakan al-dāʾiraḧ al-kubrā. Allah menguasakan (yatawallā) siapapun di antara hamba-Nya dengan kenabi-an (nubuwwaḧ) yang merupakan bagian darinya (yaitu, walāyaḧ), atau dengan kerasulan (risālaḧ) yang juga me-rupakan bagian darinya. Setiap Rasul Pembawa Syariat mestilah Nabi, sedangkan setiap Nabi haruslah walī. Oleh karena itu, maka setiap Rasul Pembawa Syariat adalah walī.”

Adapun jumlah rasul sebanyak 312 orang yang berakhir dengan kerasulan Muhammad saw. Jumlah nabi 124.000 orang yang juga berakhir dengan kenabian Muhammad saw. Sedangkan jumlah wali tidak terhitung dan masih berlanjut hingga ke akhir zaman.

Semoga dosen dan mahasiswa yang mengikuti diskusi ini mampu bertambah luas wawasannya dan mampu membedakan wali, nabi maupun rasul.

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kedua “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kedua “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Diskusi kedua dalam kegiatan ISAIS “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A. kali ini diberikan oleh narasumber Prof. Dr. Amril Mansur, M.A. dengan tema “Perang Badar: Monumental Politik Islam Terhadap Dunia Luar”. Diskusi ini dilaksanakan pada tanggal 27 November 2019 mulai pukul 09.30 hingga 11.30 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Kemenangan Islam pada perang Badar membawa arti yang sangat besar terhadap Islam pada saat ini dan masa selanjutnya. Kemenangan ini membawa dampak positif baik dari sisi sosio-psikologis maupun dari sisi politis. Dari sisi sosio-psikologis kemenangan perang  Badar ini bagi Islam melahirkan apa yang disebut arus kekuatan Islam yang sangat diperlukan dalam membangn dan mengembangkan Islam pada selanjutnya, tanpa ini Islam akan menjadi lemah dan tidak mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sesuatu yang terbaik dan memiliki kekuatan  di tengah-tengah bangsa Arab pada saat itu.

Sesungguhnya tidak hanya berhenti disitu tetapi arus kekuatan Islam ini juga melahirkan sikap politik Islam yang tegas terhadap dunia luar Islam pada saat itu. Inilah sesungguhnya makna terdalam diantaranya dari kemenangan Islam pada perang Badar.

Untuk saat ini, berkaca dari keberhasilan perang Badar seperti diuraikan singkat di atas, menunjukkan bahwa apa yang disebut dengan  sovereignity baik pada ranah internal ataupun eksternal menjadi prasyarat yang amat strategis bagi kelangsungan eksisitensi Islam dalam berkehidupan sosial maupun politis. Tanpa sovereignity baik secara politik   maupun sosial eksistensi kekuatan Islam hanya akan menjadi retorika semata.

Sovereignity Islam saat ini tentu tidak harus dengan mengangkat senjata seperti masa Rasulullah SAW  dalam memenangkan perang Badar sebagaimana paparan sejarah  masa itu, tetapi melalui peperangan intelektual dan teknologi yang membawa misi kebesaran Islam itu sendiri. Tegasnya sovereignity  Islam itu mesti ditampilkan jati dirinya. Hal seperti inilah diantara visi dan pemahaman baru  yang dapat dimaknai dari peristiwa perang Badar untuk kelangsungan eksistensi Islam sekarang dan akan datang. Semoga….

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Pertama “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Pertama “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Pada hari Jum’at tanggal 15 November 2019, UIN SUSKA RIAU menggelar diskusi pertamanya dalam kegiatan “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.” Kegiatan ini dilaksanakan pukul 09.30 hingga 11.30 tepatnya di ruang ISAIS (Gedung Islamic Center Lt 1).

Diskusi ini berlangsung hangat dengan narasumber yang kaya wawasan dan ilmu intelektual yaitu Prof. Dr. Syamruddin Nasution, M.Ag. dengan tema “Berebut Kekuasaan Pra Islam (Konflik dan Perdamaian)”. Peserta yang kaya akan perspektif pun mulai berpartisipasi dalam mengungkapkan argumennya masing-masing, baik dari dosen maupun mahasiswa.

Pembahasan bermula dari konflik berebut kekuasaan antara Bani Hasyim dengan Bani Umaiyah telah terjadi semenjak masa Jahiliyah, yang dimulai dari tindakan Abd al-Syamsi yang menyerahkan pemerintahan yang diberikan ayahnya Qushai kepadanya dia serahkan kepada saudaranya Hasyim karena tidak mampu menjalankan pemerintahan tersebut.

Sukses yang diperoleh Hasyim dalam menjalankan dan mengembangkan pemerintahan Quraisy di Makkah menimbulkan iri hati dari anak Abd al-Syamsi yang bernama Umaiyah. Dia memprotes Hasyim yang dipandangnya telah merampas hak ayahnya. Sayang dia tidak mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat dan pembesar-pembesar Quraisy bahkan dia diusir keluar meninggalkan kota Makkah.

Pada akhirnya Bani Hasyim mendirikan Daulah Abbasiyah di Baghdad pada tahun 750 M oleh Abu Abbas al-Safah. Dia berusaha membunuh habis keluarga Bani Umaiyah, kecuali seorang diantaranya yang berhasil melarikan diri ke Spanyol yaitu Abd al-Rahman al-Dakhili dan mendirikan Daulah Umaiyah di Spanyol pada tahun 756 M.

Setelah mengulas kembali sejarah Islam klasik, tentunya dosen dan mahasiswa yang mengikuti diskusi ini mampu menyebarluaskan ilmu dan mengambil pembelajaran dengan adanya konflik berebut kekuasaan pra Islam tersebut.

Menulis Membawa Berkah

Menulis Membawa Berkah

Bersyukur telah bergabung dalam pelatihan jurnalistik yang bertema “Sekolah Menulis Damai (SeMAI)” yang dikhususkan bagi mahasiswa aktif UIN Suska Riau ditaja oleh Instutute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau. Pelatihan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 12 Maret 2019 dengan 20 orang peserta terpilih yang telah mengirimkan tulisannya. Sehingga dapat mengikuti pelatihan itu dari pukul 08.00-17.00 Wib, dengan pemateri yang sangat luar biasa Mas Khoirul Anam seorang program manajer di Qureta.com. Menurut Mas Khoirul Anam “Menulis adalah bagian dari cara seseorang untuk  bersyukur. Orang yang berpengetahuan tidak menulis, sesungguhnya ia telah menyia-nyiakan dirinya dan merugi”.

Untuk itu, melalui kutipan di atas sudah seyogya nya kaum milenial menjadikan motivasi untuk menulis serta menghasilkan karya. Menulis adalah salah satu cara mengekspresikan apa yang telah tersimpan dalam memori ke dalam bentuk tulisan dengan tujuan untuk menciptakan karya atau informasi kepada orang lain melalui media atau pun buku. Sebuah karya yang kita tuliskan mampu menjadikan sebuah bukti di kemudian hari, sebagai ilmu pengetahuan yang berguna bagi orang banyak.

Setelah pelatihan yang dilaksanakan Instutute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau, kami membuat group Whatsapp(WA) untuk memudahkan kami dalam berkomunikasi dalam bertukar informasi dan ilmu pengetahuan. Serta anggota group ialah mahasiswa yang telah mengikuti pelatihan (SeMAI) dan berbagai Dosen. Kemudian group itu aktif memberikan suport kepada penulis dan memberikan informasi tentang lomba Essay serta kegiatan yang syaratnya menulis. Berbagai event  di share kedalam group itu, diantaranya lomba Essay yang diadakan di berbagai tempat dan event yang akan diselenggarakan di Ambon dan Aceh.

Mendapat informasi event seperti itu dan di dorong oleh Instutute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau akan memberangkatkan kepada penulis yang lulus seleksi. Sehingga dengan pengalaman (SeMAI) kami mencoba menulis sebuah tulisan Essay 800 – 1000 kata sebagai bahan seleksi untuk mengikuti youth leadership peace camp (YLPC) di Aceh dengan topik yang harus dipilih pada penulisan Essay :

  1. Menggembirakan Keberagaman
  2. Resolusi Konflik
  3. Muhammadiyah Dan Agenda Perdamaian
  4. Multikulturalisme Dan Nilai-Nilai Perdamaian Agama
  5. Radikalisme Dan Ekstrimisme Kekerasan
  6. Membangun Dialog Antar Ummat Beragama
  7. HAM, Gender Dan Keberagaman
  8. Pancasila Sebagai Darul Ahdi Wa Asyahadah
  9. Hak Kebebasan Berkeyakinan Dan Beragama Dalam Kontek Aceh
  10. Beragama Yang Mencerahkan Di Era Milenial

Menulis dengan berbagai topik yang telah ditentukan mempunyai kendala tersendiri. Karena harus membaca berulang-ulang dan memahami salah satu topik untuk di jadikan sebuah Essay. Tulisan kami tentunya masih jauh dari kata sempurna, tetapi tidaklah menjadi problem bagi kami yang masih pemula untuk terus belajar dalam berkarya. Serta dengan deadline yang telah ditentukan kami berusaha untuk menyelesaikan sebuah tulisan dan mengirimkannya ke email pdpm.kotabna@gmail.com sebagai syarat untuk mengikuti kegiatan youth leadership peace camp (YLPC) di Aceh. Bisa dikatakan “tulisan mu itu sebagai tiket masuk mu” .

 

Melalui seleksi tulisan tersebut kami lulus 5 orang, 2 orang  laki-laki dan 3 orang perempuan untuk mengikuti youth leadership peace camp (YLPC) di Aceh 2019 dan kami di berangkatkan oleh Instutute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau untuk dapat mengikuti kegiatan itu. Sebuah tulisan yang menjadi wasilah kami dapat menginjakkan kaki di ujung barat nya Indonesia. Serta mendapat pengalaman baru sebagai rihla ilmu pengetahuan.

Kegiatan itu berlangsung pada tanggal 8 – 9 April 2019 Gampong Nusa, Aceh Besar.  Pemuda Muhammadiyah Kota Banda Aceh bekerja sama dengan Equal Access Internasional dan Locus Perdamaian Malang mengadakan sebuah event perdamaian yang di kemas dengan nama Youth Leadership Peace Camp (YLPC) Aceh 2019. Dari pihak Equal Access Internasional di hadiri oleh Zack Muetteries beserta tim berkolaborasi dengan Locus Perdamaian Malang yang di hadiri oleh Indra Ferry dan Lailatul Rifah. Kemudian peserta nya di hadiri dari berbagai daerah Aceh, Medan, Pekanbaru; dari pemuda, aktivis, mahasiswa/i, hingga pelajar turut serta dalam kegiatan ini.

Tema yang di bawakan pada kegiatan ini “Menjalin Kebersamaan, Menggembirakan Keberagaman, Menggalang Perdamaian“. Hal ini bertujuan untuk membawa orang-orang dari latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, ras, antar golongan ( SARA) untuk dapat menciptakan tempat yang aman bagi semua orang dapat berkumpul untuk bertemu, saling berbagi, mendengarkan dan menghilangkan rasa ketakutan satu sama lain. Pada proses nya mengajarkan keterampilan berdialog dan mengarahkan aksi-aksi komunitas agar dapat menggagas berbagai kegiatan dalam perdamaian.

Salah satu perkataan Zack, dia mengatakan “Konflik bukanlah masalah namun merupakan tantangan yang harus bisa di selesaikan, semakin dekat terhadap sesuatu maka semakin besar potensi akan konflik, menyelesaikan konflik itu bukannya lari dari konflik tapi berusaha menyelesaikan konflik”.

Untuk itu, kutipan tersebut mengajarkan kita menyelesaikan konflik bukan lari jika terjadi konflik, dan penyebab konflik bukanlah dari luar melainkan dari hal yang terdekat kita, bisa saja keluarga kita, teman kita, atasan atau bawahan pada perusahan, bahkan penyebab konflik terbesar ialah diri kita sendiri. Oleh karena itu, berdamai lah pada diri sendiri dengan cara memaafkan segala kekeliruan dan kehilafan yang ada pada diri sendiri yang di sebabkan orang terdekat kita dan meminta maaf lah kepada orang yang pernah kita sakiti atau pernah terjadi kekeliruan kepada kita.

Menurut  Zack, melalui Pemuda Muhammadiyah Kota Banda Aceh bekerja sama dengan Tim Equal Access Internasional dan Locus Perdamaian mengharapkan dari semua kegiatan Youth Leadership Peace Camp (YLPC) Aceh 2019. Peserta mampu mengambil ilmu pengetahuan dan menjadikan sebagai pengalaman untuk saling berbagi kepada keluarga, teman dan orang banyak, serta mampu menjadi peace meker pada komunitas dan di daerah tempat peserta itu tinggal. Sehingga di kehidupan manusia selalu adanya kedamaian.

Terima kasih kepada  Instutute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau telah mensuport kami dalam kegiatan youth leadership peace camp (YLPC) di Aceh 2019. Semoga kedepan nya banyak mahasiswa yang termotivasi dalam membuat karya-karya berupa tulisan.

Tidak ada hal yang tak mungkin dan tidak ada hal  yang sulit dalam melakukan perubahan, kita hanya membutuhkan niat, tekad, usaha dan doa. Keluarlah dari zona nyaman untuk merasakan indahnya perkembangan zaman. Bergabunglah dalam komunitas- komunitas yang mampu membantu dalam mengembangkan potensi diri. Kita tidak hanya diam serta tanpa memperdulikan hal-hal yang ada di sekitar dalam belajar.

By( M. Syaprul Alamsyah)

Kokohkan Keislaman Dalam Hidup Berbangsa Di Indonesia

Kokohkan Keislaman Dalam Hidup Berbangsa Di Indonesia

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang sangat besar, yang memiliki banyak pulau-pulau terbentang dari sabang hingga marauke, dimana banyak terdapat kekayaan alam begitu berlimpah, dari sumber daya alam, laut dan darat, hingga sumber daya manusia. Sehingga negara Indonesia memiliki banyak suku, etnis, adat istiadat, budaya, kesenian dan lain-lain yang sangat beragam.

Uniknya keanekaragaman tersebut tidak selalu membuat perselisihan  dan pertikaian antar bangsa yang ada di Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki kemajemukan dalam beragama, diantaranya Islam, Budha, Hindu, Kristen, Konghuchu. Mayoritas penduduk negara Indonesia memeluk agama Islam dan sebagian kecil masyarakat Indonesia terbagi dalam beberapa agama seperti Kristen, Hindu, Konghuchu dan Budha.

Serta sebagian kecil masyarakat Indonesia juga masih ada yang  memeluk agama tradisional seperti misalnya kejawen yang masih sering ditemui di Pulau Jawa dan lain-lain yang ada di Indonesia. Dari berbagai keanekaragaman yang dimiliki Indonesia, sudah selayaknya dapat di katakan bahwa negara Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar.

Menurut (Ir.Soekarno)  Suatu bangsa disamping harus memiliki ciri-ciri tertentu yang melekekat pada dirinya juga harus ditandai oleh adanya kesamaan rasa cinta tanah air terhadap negaranya sendiri. Kemudian tujuan suatu negara hanya dapat tercapai apabila ada kerjasama dalam  hidup berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bangsa merupakan sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, sejarah yang sama, dan cita -cita yang sama.

Sama halnya dibangsa Indonesia terdapat penduduk dari suku dan etnis yang berbeda-beda berdasarkan daerah tempat tinggal nya, Sehingga memiliki cita-cita dan sejarah yang sama akan cinta tanah air dalam bernegara.

Agama Islam sangat mendominasi penduduk bangsa Indonesia, sehingga negara Indonesia merupakan Islam terbesar di Asia Tenggara bahkan termasuk di dunia. Karena itu agama Islam sangat penting perannya pada  kehidupan bersosial masyarakat dalam berbangsa dan bernegara, untuk itu perlunya adanya  pengokohan keislaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisian dan pertikaian antar umat beragama. Sebagai sebuah Agama, Islam diyakini mengandung berbagai petunjuk ideal bagi kesejahteraan hidup manusia sebagaimana yang terkandung dalam sumber ajarannya, al-Qur’an dan al-Hadits. Seperti yang dikatakan oleh (Rahman 1987:49), sesuai dengan al-Qur’an bahwa Islam itu banyak mengandung ajaran moral yang menekankan pada monoteisme dan kesejahteraan sosial. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam berarti selamat, sentosa, damai, tunduk, dan berserah. Jadi, seorang muslim itu harus patuh, tunduk dan berserah diri pada Allah SWT. Sedangkan menurut ( Nasution, 1993:9 ) Islam merupakan agama yang ajarannya diwahyukan Allah SWT kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai rasul yang di utus Nya.

Keislaman dan kebangsaan merupakan wawasan yang perlu kita ketahui dalam hidup berbangsa dan bernegara. Wawasan keislaman sangat penting karena merupakan landasan pokok yang selanjutnya akan menjadi sumber ilmu sekaligus pedoman dalam hidup masyarakat di Indonesia yang beragama Islam. Sedangkan wawasan kebangsaan penting karena setiap orang perlu mengetahui seajarah bangsanya sendiri, serta mampu tumbuh dan berkembang mengikuti perkemebangan zaman di sebuah Negara-Bangsa (Indonesia), untuk itu sikap nasionalisme harus ada pada diri setiap orang khususnya generasi penerus pada suatu negara. Oleh karenanya, setiap warga negara Indonesia harus memiliki wawasan keislaman dan kebangsaan yang kuat, tidak hanya paham akan suatu pengetahuan namun juga harus diamalkan disetiap gerak langkah dalam bersosial masyarakat sekitarnya.

Wawasan keislaman tanpa disertai dengan wawasan kebangsaan dapat berakibat pada melemahnya sikap nasionalisme bagi masyarakat Islam. Tanpa wawasan kebangsaan yang kokoh, setiap orang dapat terjebak pada sikap fanatik terhadap agama, yang pada akhirnya dapat berdampak pada sikap intoleran pada orang lain dan bahkan keyakinan lain yang tidak sama paada masyarakat tersebut. Untuk itu perlu adanya sikap nasionalisme dalam diri seseorang. Sebagaiman kita ketahui nasionalisme merupakan sebuah sikap politik yang dimiliki masyarakat pada suatu bangsa yang selalu menempatkan kepentingan bangsanya dalam sebuah negara di atas ke pentingan pribadi atau kelompok bahkan agama. Tetapi pada kenyataannya, jiwa nasionalisme seseorang dapat terkikis atau luntur karena berbagai hal yang sangat menggiurkan, diantaranya adalah karena arus era globalisasi dan perkembangan zaman yang sangat modern. Untuk itu penerapan jiwa nasionalisme yang harus di miliki setiap warga negara akan rasa cinta tanah air yang kuat dan bangga akan bangsa dan negaranya sendiri. Begitu pula sebaliknya, setiap warga negara harus merasa terusik atau perhatian pada bangsa nya kalau ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya sendiri. Inilah jiwa nasionalisme yang harus dimiliki oleh setiap rakyat Indonesia.

Apabila dalam setiap warga negara memiliki jiwa nasionalisme yang lemah di suatu Negara pastinya akan berdampak pada melemahnya kehidupan di suatu Negara. Bahwa, sudah jelas penebar hoaks dan pembuat hoaks yang bertujuan menebar kebencian pada suatu negara, dengan mengaitkan unsur dan isyu SARA dalam kehidupan bersosial masyarakat (ofline) atau di dunia maya (online), adalah orang-orang yang anti nasionalisme dan anti kebangsaan pada suatu negara. Mereka tak peduli masyarakat terbelah dan bangsa ini terkotak-kotakkan selama kepentingan mereka terpenuhi dan terealisaisi. Untuk itu sudah seharusnya bahwa penduduk mayoritas beragama Islam hadir dengan memiliki ajaran yang terkandung bahwa agama islama rahmatan lil alamin, menjadi pencetus dalam menjaga persatuan yang ada di Indonesia dalam hidup berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, sangat logis jika wawasan keislam dari penduduk yang beragama Islam sangat berdampak pada negara Indonesia.

Bangsa sudah seharusnya menyadari akan pentingnya suatu wawasan keislaman dan wawasan kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pentingnya wawasan keislaman sangat dibutuhkan oleh semua umat manusia. Namun, tidak dapat kita pungkiri bahwa wawasan keislaman seseorang sudah memadai secara keseluruhan yang terkandung dalam ajaran al-qur’an dan al-hadis, yang mereka pelajari sendiri ataupun berkelompok, karena hal ini didukung oleh banyak faktor. Diantaranya faktor internal yang merupakan faktor dari diri sendiri bagi umat islam dalam menimbah ilmu dan keluarga  dan faktor eksternal yaitu lingkungan yang merupakan pendidikan yang dijalani seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat.

Oleh karna itu ada beberapa cara yang dapat kita lakukan sebagai penanggulangan masalah yang telah dijabarkan tersebut yaitu dengan mengokohkan keislaman bagi masyarakat yang beragama Islam dalam bangsa indonesia. Pertama, dengan cara membangun ilmu yang mapan, jika seorang muslim yang memiliki ilmu pengetahuan dan adab yang baik, seperti ajaran nya para rasul, mereka dapat terjaga pada kehidupan bersosial masyarakat. karena muslim tersebut akan tau hak-hak dan kewajiban pada dirinya. Dari peran seorang hamba kepada Allah SWT sebagai snag khalik, serta peran nya sebagai khalifah di muka bumi mengurus kemashalatan ummat. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa fungsi ilmu sanagat banyak manfaatnya pada kehidupan kita di dunia. Ilmu juga dapat membenarkan amalan seseorang dengan mengetahuinya sehingga amalan tersebut tidak sia-sia dan menguatkan keislaman seseorang. Serta imu merupakan sebuah cahaya yang menerangi kita dalam kegelapan untuk menuju hidup yang bermanfaat dunia bahagia akhirat surga.

kedua, dengan cara membangun iman yang mendalam, orang yang beriman di sebut mukmin dengan meyakini rukun iman dan islam sebagai bentuk bukti keimanannya, serta berprilaku baik dalam hidupnya dengan selalu memberikan keamanan bagi orang yang berada disekitarnya. Untuk itu, marilah bangun pondasi keimanan yang kuat, dengan  memiliki sifat-sifat orang yang beriman. Dengan keimanan yang dimiliki seseorang, kehadirannya di dunia menjadi sesuatu hal yang bermakna, tanpa keimanan, kebahagiaan seseorang hanyalah sementara. Karena mereka hanya merasakan senang dan bahagia di dunia saja, serta selalu merasa tidak cukup akan hal yang telah didapatnya hingga membuat hidupnya selalu gelisah.

Dan yang terakhir membangun ukhwah yang kokoh. Ukhwah berarti persaudaraan, untuk itu seorang muslim mengemban tugas di dunia perlu menjaga dua hubungan yakni hubungan kepada Allah SWT dan hubungan sesama manusia. Menjaga hubungan kepada manusia merupakan hal yang sangat penting, khususnya tali persaudaraan antar umat beragama haruslah selalu dijaga, karena kita hidup saling bersaudara dan saling berusaha dalam mengokohkan keislaman. Saling mengayomi dalam satu ikatan ukhuwah islamiyah. Dengan mengokohkan keislaman kita mampu menjaga persatuan dan kedamaian antar umat beragama di Indonesia, serta hidup dalam bangsa yang kuat dengan saling menjaga dan hindari pertikaian, sesuai undang-undang dasar 1945 dan pancasila.

By ( M. Syaprul Alamsyah)

Merayakan Keberagaman, Merawat Perdamaian (Terciptanya Perdamaian melalui Pemahaman Keberagaman di Indonesia)

Merayakan Keberagaman, Merawat Perdamaian (Terciptanya Perdamaian melalui Pemahaman Keberagaman di Indonesia)

Salah satu fitrah dalam kehidupan yang kita jalani di dunia ini ialah adanya bentuk-bentuk keberagaman yang dimiliki oleh setiap manusia maupun kelompok masyarakat. Keberagaman yang dimiliki tersebut menjadi warna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi komunitas terbesar kehidupan manusia. Keberagaman tersebut seharusnya menjadi sebuah keharmonisan dalam menjalani misi kehidupan yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, juga menumbuhkan rasa dan sikap memahami perbedaan sehingga teciptanya tatanan kehidupan yang aman dan damai. Untuk mencapai itu, keberagaman yang telah menjadi fitrah tersebut harus dipahami oleh setiap orang. Hal ini di dasari oleh Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 13 yang berarti “. . . dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.  . . . “. Berdasarkan ayat tersebut, adalah benar keberagaman itu memang diciptakan oleh Allah supaya manusia yang ada di dunia ini bisa mengenal antara satu dengan yang lainnya. Seperti halnya di Indonesia, kita sudah di anugrahkan keberagaman yang sangat banyak. Mulai dari agama, suku, bahasa, budaya, serta keragaman social yang dipayungi oleh Pancasila sebagai dasar Negara.

Indonesia memiliki beberapa agama. Setiap penganut agama tersebut dilindungi oleh Negara. Dengan adanya keberagaman agama tersebut, masyarakat Indonesia harus menghormati nya. Selain itu, bahasa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia juga beragam. Keberagaman tersebut seperti sebuah hal yang istimewa yang perlu dikenali dan di cintai agar memunculkan suasana perdamaian yang perlu di rawat selamanya. Jangan karena berbeda agama, bahasa, kita menjadi terpecah belah. Mengenali keberagaman, akan membuat kita bersyukur dan merasakan betapa indahnya hal tersebut. Maka dari itu, dengan mengenalinya diharapkan menumbuhkan sikap toleransi dan rasa sayang sehinggal perdamaian bisa terbentuk. Kemudian, adanya keberagaman suku dan budaya juga merupakan sesuatu hal yang istimewa. Saat kita hidup di kelompok masyarakat yang berbeda suku dengan kita, jangan menjauhi diri kita dari mereka. Itu merupakan sikap yang akan mengikis perdamaian. Aspek keberagaman yang tak kalah penting yang harus di cintai dan di pahami yaitu keragaman social. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Orang kaya tidak bisa hidup tanpa orang susah. Siapa yang mau bekerja untuknya, jika tidak ada orang susah? Guru tidak bisa bekerja dan mengajar, jika tidak ada murid yang akan dia didik. Maka dari itu, pemahaman mengenai pentingnya keberagaman dalam kehidupan kita di Indonesia haruslah tertanam sejak kecil oleh orang tua kita.

Terkadang kita berfikir apa gunanya mengenali keragaman yang telah menjadi fitrah kehidupan di dunia, khususnya di Indonesia. Ketahuilah, untuk membuat bangunan rumah, diperlukan bahan atau material yang berbeda dan beragam. Tidak bisa rumah itu dibuat dengan pasir saja. Juga tidak mungkin rumah itu dibuat dengan kerikil saja. Tetapi membutuhkan banyak komponen bahan bangunan yang beragam. Indonesia bisa diibaratkan seperti rumah yang sangat besar. Setiap komponen nya haruslah saling melengkapi, saling menutupi segala kekurangan komponen lainnya sehingga terciptanya rumah yang kokoh, aman dari goncangan dari luar, dan keamanan rumah akan didapat dan terawat selama komponen yang beragam itu bersatu. Kedamaian yang sudah dibangun di Indonesia melalui keberagaman tadi, harusnya selalu dijaga dan konsisten untuk dijalankan. Pancasila sebagai dasar Negara sesungguhnya menjadi alat untuk menciptakan perdamaian dengan menyatukan semua keberagaman. Hal tersebut di abadikan dalam sebuah semboyan yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Kata Bhinneka berarti “beraneka ragam”, tunggal berarti “satu” dan ika berarti “itu”. Sehingga jika diartikan seluruhnya yaitu walaupun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Prinsip inilah yang harus dijaga kemurniannya oleh bangsa Indonesia agar tidak adanya rasa sombong, karena seperti yang sudah disebutkan diatas, setiap perbedaan itu memerlukan sesuatu yang berbeda pula sehingga membentuk satu kesatuan yang kokoh dan damai.

Dalam praktek kehidupan di Indonesia, masih ada orang maupun kelompok yang tidak mau menerima perbedaan tersebut. Kelompok tersebut ada yang mendasari perbuatannya dari aspek agama, suku dan status social. Dalam aspek agama, dicontohkan agama Islam, praktek keagamaan ada yang di sampaikan secara eksplisit, ada yang implisit. Secara eksplisit, tentunya sudah 1 contoh dari Rasulullah. Namun yang implisit, praktek religious yang berbeda cara nya. Namun juga dicontohkan oleh Rasulullah. Dalam menyikapi hal ini, selama praktek keagamaan itu ada dalilnya, itu sah saja dilakukan. Baik dalil yang khusus maupun umum. Perbedaan itu sudah dicontohkan oleh imam 4 madzhab yang mahsyur. Jadi kita harus menjaga perbedaan itu selama tidak sesat. Selanjutnya, ada kelompok yang tidak menerima perbedaan suku. Selama bergaul di masyarakat, mereka hanya bergaul dengan kelompok mereka yang satu suku saja. Hal ini dapat menimbulkan retaknya perdamaian diantara masyarakat. Point terakhir yaitu perbedaan status social. Pada hakikatnya, setiap status social itu saling membutuhkan. Jangan lah orang kaya berlaku sombong kepada yang miskin. Seorang pemimpin haruslah melindungi rakyatnya, tidak memandang perbedaan status social. Baik itu orang kaya, menengah, miskin maupun fakir. Dengan begitu, akan tecipta perdamaan, keharmonisan dalam menjalani kehidupan.

Maka dari itu, seperti yang sudah dijelaskan diatas, keberagaman itu memang sudah fitrah nya bagi manusia agar mereka saling kena-mengenal, saling mencintai dan saling melengkapi segala kekurangan yang lainnya. Sebagai bangsa yang besar Indonesia wajib memelihara keberagaman untuk terciptanya perdamaian bagi bangsa kita. Hidup akan indah jika kita saling menghormati keberagaman. Jika sudah konsisten terhadap hal tersebut, maka kedamaian akan tercipta dan terawat sampai akhir hayat nanti. Dengan begitu, bisa saja kita merayakan yang namanya keberagaman, untuk terawatnya kedamaian di Indonesia.

By (Bahrul Ulum)