Kembali Institute for Southeats Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Sultan Syarif Kasim Riau menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama dengan empat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) di Wilayah Koordinasi Perguruan Tinggi Agama Islam (KOPERTAIS) Wilayah Riau-Kepri. Pada FGD kali ini, ISAIS juga mendiskusikan tentang “Praktik Baik Pencegahan Narasi Kekerasan di Kampus”. Kegiatan ini, dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 04 Mei 2021 melalui Zoom Meeting.
Dalam acara yang didukung oleh The Asia Foundation (TAF)ini, mendiskusikan bagaimana menyebarkan praktik baik program penguatan narasi-narasi damai dan progresif dalam kampus. Juga perlunya lembaga “rumah moderasi beragama” di masing-masing Kampus PTKIS.
Adapun yang menjadi narasumber pada diskusi kali ini adalah PTKIS yang ada di Kepulauan Riau, yaitu Dr. Muh. Faisal M.Ag (Ketua STAIN Kepulauan Riau); Dr. Pauzi, M.Si (Ketua STAI Dabo Singkep); Dr. Sopiandi (Anggota Komite Pendidikan Kepri); Fauzi, S.Sos, M.A (STAI Batam); Drs. Dardiri, MA dan Bambang Hermanto, MA dari ISAIS UIN Suska Riau.
Dalam pengantarnya, Dardiri menyampaikan pembelajaran yang bisa diambil dari program yang selama ini telah ISAIS lakukan di UIN Suska Riau, diantaranya adalah perlunya pendampingan kepada kelompok vulnerable, mengembangkan dan menguatkan aktor-aktor kunci dan pemimpin lokal (Pendekatan Ekonomi Politik: Analisa Struktur, Aktor dan Kepentingan (interest)), dan penguatan diskusi-diskusi sebagai bentuk pendekatan kultural di Kampus. Sedangkan isu-isu yang dicounter diantaranya adalah pelemahan terhadap isu khilafah, pelemahan terhadap isu bahwa Negara adalah system Thaghut, anti perbedaan, dan anti kekerasan.
Sementara itu, Bambang Hermanto menelisik lebih mendalam kuatnya kerentanan yang terjadi pada mahasiswa. Misalnya penolakan diskusi tentang Cinta Kasih agama Budha, pencegahan hadirnya beberapa Narasumber yang ditolak oleh Mahasiswa karena dianggap liberal, seperti Nadirsyah Hosein, Ulil Absor Abdalla, dan lainnya.
Menurut Faisal, pemetaan pemahaman dan pemikiran keagamaan bukan hanya pada mahasiswa, namunjugadosen. Sehingga akan diperoleh informasi tentang pola piker dan arah pemikiran dosen kearah mana. Sebab, dosen memiliki kedetakan yang cukup intens dengan mahasiswa. Bahkan “Konten-konten yang diisi oleh dosen di media social itu tentang apa. Perlu di cek, jangan sampai bercampur narasi kekerasan dengan politik kampus. Jangan sampai juga terjadi degradasi kepercayaan terhadap dosen” tambahnya. “ISAIS jika demikian, bisa menjadi pendorong besar agar dosen-dosen bisa aktif mengisi konten dunia maya yang masif, sehingga menjadi rujukan” imbuh ketua STAIN ini.
Dari FGD ini, disepakati bahwa Pertama, perlunya pelembagaan Rumah Moderasi di Kampus-Kampus untuk melakukan pencegahan narasi anti kekerasan; Kedua, perlu merumuskan bersama counter narasi anti kekerasan bagi mahasiswa; Ketiga, Dosen menjadi actor penting untuk mengembangkan narasi-narasi anti kekerasan; dan Keempat. Kemitraan antar lembaga atau antar kampus menjadi penting untuk melakukan narasi anti kekerasan.