Islam di Indonesia adalah gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat. Dengan kata lain, Islam yg ada di Indonesia menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang tersebar di wilayah Indonesia. Islam hadir tidak untuk merusak atau menantang tradisi yang ada. Di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung.
Islam hadir memperkaya dan mengislamkan tradisi dan budaya yang ada secara bertahap. Artinya, Islam di Indonesia yaitu Islam dengan ciri khas ke-Nusantara-annya, Islam yang telah melebur dengan tradisi dan budaya yang ada di Nusantara (Zainul Milal Bizawie, 2016). selama tidak bertentangan dengan ruh Islam“al-Adatu Muhakkamatun, adat bisa menjadi hukum yang bisa diberlakukan.
Sejarah mencatat, bahwa Islam datang ke Indonesia ini tidaklah dengan pedang, tapi dengan kedamaian, tidak dengan kemarahan, tapi keramahan. Inilah pesan yang menjiwai karakteristik Islam di Indonesia, sebuah wajah Islam yang moderat (tawasut), toleran (tasamuh), cinta damai dan menghargai keberagaman. Islam yang merangkul, bukan memukul, Islam yang membina bukan menghina, Islam yang mengajak bertaubat bukan menghujat, Islam yang teduh bukan menuduh, dan Islam yang memberikan pemahaman dan pencerahan bukan memaksakan. Demikianlah karakteristik Islam yang disebarkan oleh para penyebar Islam di Indonesia seperti Walisongo, yang cukup dominan dalam pembentukan kultur Islam di Indonesia.
Menurut Nurcholis Madjid seluruh warga bangsa Indonesia terutama kaum muslim yang merupakan golongan terbesar harus benar-benar memahami pengertian “negara bangsa” atau nation state secara benar. Negara bangsa adalah suatu gagasan tentang negara yang didirikan untuk seluruh bangsa.
Pengertian bangsa atau nation dalam bahasa Arab sering diungkap dengan istilah ummah (ummatun, umat) seperti United Nations. Persatuan bangsa-bangsa yang terjemah Arabnya ialah “al-umam al-Muttahidah”, ummat-ummat bersatu. Jadi “negara bangsa” adalah negara untuk seluruh umat yang didirikan berdasarkan kesepakatan bersama yang menghasilkan hubungan kontraktual dan transaksional terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan itu.
Menurut cak Nur Tujuan negara bangsa adalah mewujudkan maslahat umum (dalam pandangan kenegaraan salaf disebut dengan al-maslahat al-„ammah atau al-maslahat almursalah), negara bangsa berbeda dengan negara kerajaan yang terbentuk tidak berdasarkan kontrak sosial dan transaksi terbuka, tetapi karena kepeloporan seseorang tokoh yang kuat dan dominan. Karenaitu negara kerajaan berdiri demi kejayaan seseorang raja dan dinastinya. Sedangkan negara bangsa berdasarkan kontrak sosial dalam pembentukannya, bukan negara dinastik. Dalam negara bangsa, semua kebijakan pemerintah harus dibuat dengan sepenuhnya tunduk kepada maslahat umum
Omi Komaria Madjid (istri Cak Nur) di dalam bukunya yang berjudul, Hidupku Bersama Cak Nur, menceritakan penyampaian Kutipan pidato Cak Nur yang terakhir dalam kondisi yang masih sakit sebagaimana kutipanya:
Dalam memperingati 60 tahun kemerdekaan Indonesia cak nur memberi tema pidatonya dengan “Menyelamatkan Komitmen Nasional”. Komitmen Nasional yang di maksud adalah komitmen bangsa sejak dari semula untuk mendirikan negara bangsa yang modern. Negara bangsa yang modern adalah negara bangsa yang berkeadilan, terbuka dan demokratis. Berkeadilan mengandung makna kesamaan antarmanusia, tidak ada perbedaan di antara warga negara berdasarkan alasan apapun.
Nondiskriminasi adalah persyaratan bagi adanya keadilan. Oleh karena itu keadilan memerlukan sikap egalitarian yang memandang semua orang sama. Semua potensinya sama dan harus dikembangkan sikap saling percaya antara para anggota masyarakat.
Masyarakat adil adalah masyarakat yang terbuka, toleran yang tidak mengizinkan adanya pemaksaan pendapat kepada kelompok lain. Keterbukaan ini menjadi syarat adanya demokrasi. Karena demokrasi adalah masyarakat yang terbuka, yang intinya adalah kebebasan untuk menyatakan pendapat baik pada level pribadi maupun institusional. Dengan kebebasan itu kita mendorong produksi atau produktivitas yang lebih tinggi pada masyarakat karena ada kebebasan dan inisiatif.
Untuk menciptakan Masyarakat yang berkeadilan di Indonesia maka masyarakat dan pemerintah harus bersinergi untuk saling merangkul. Yang kuat memantu yg lemah, yang kaya membantu yang miskin. Tidak ada yang namanya mendiskreditkan. Apalagi yang berkaitan dengan keyakinan. Mayoritas jangan mendiskriminasi yang minorotas.
Islam memang turun di Jazirah Arab. Kitab suci agama Islam dan Nabi Muhammad SAW pembawa risalah Islam pun berbahasa Arab, sehingga ada asumsi bahwa segala hal yang berbau Arab diidentikkan dengan Islam. Menjadi Arab berarti menjadi Islami. Padahal, tidak demikian. Tidak selalu yang berbau Arab mesti Islami, Di sini perlu dibedakan mana produk agama dan mana produk budaya.
By: Zulhadi Ihsan