Penamaan Glora Bung Karno dan Keberadaan Masjid

Penamaan Glora Bung Karno dan Keberadaan Masjid

K.H. Zaifuddin Zuhri (Menteri Agama yang cukup terbilang lama (6 Maret 1962-17 Oktober 1967 untuk era Presiden Soekarno); dan beliau adalah ayahanda Menteri Agama era sebelum ini, Lukman Hakim Zaifuddin), dalam bukunya, “Kaleidoskop Politik di Indonesia (Jilid 2)”, Menteri Agama berkarakter dan berintegritas ini menulis (saya kutip secara in extensio), begini:

“Ketika pada suatu hari Bung Karno dan beberapa menteri hendak memberi nama kompleks olah raga di Senayan. Sudah berdebat mencari nama yang dianggap tepat, lalu diputuskan nama: “Pusat Olah Raga Bung Karno”. Menurut mereka itulah nama yang paling sesuai….”

“Nama Pusat Olah Raga Bung Karno itu kedengarnya statis, tidak dinamis, tidak sesuai dengan tujuan olah raga yang kita maksud!” Saya memberanikan diri dengan kritik.

Beberapa menteri memandang saya, dan Bung Karno menatap muka saya dengan sorot matanya laksana sinar api.

“Coba kemukakan nama yang lain!” Bung Karno menuding saya.

“Namakan saja: “Gelanggang Olah Raga Bung Karno” atau disingkat

“Gelora Bung Karno!”, jawab saya pasti.

“Waah, itu nama hebat. Aku setuju!” Jawab Bung Karno yang lain-lainnya juga setuju. Bung Karno segera memerintahkan menteri Dalam Negeri Dr. Sumarno mengganti nama “Pusat Olah Raga Bung Karno” dangan “Gelanggang Olah Raga Bung Karno.”

Nama GELANGGANG memang lebih hidup, dinamis, dan mengandung “api”nya sportivitas!

“Well, ada usul lagi?” Bung Karno bertanya.

“Dalam kompleks Gelanggang Olah Raga Bung Karno itu sebaiknya ada sebuah masjid!” saya mengusulkan.

Bung Karno berpikir sejenak, lalu memalingkan pendangannya kepada dua orang menteri seraya berkat: “Hai Maladi dan Somarno! Coba rencanakan di mana sebaiknya masjid itu di dirikan.”

Demikian saya kutip tulisan “kenangan” KH. Zaifuddin Zuhri, seorang figur Menteri Agama yang berani dan cerdas, sebagaimana tercermin dari dialog Presiden yang teramat sangat kharismatiknya dengan beliau. Sayang, tidak ada khabar apa, dan bagaimana tentang penamaan masjid dalam kompleks “Gelora Bung Karno” tersebut. Andai penamaan masjid itu ada, pasti akan mencerminkan gelora keagamaan Bung Karno yang selalu mamahami Islam: Ambil “apinya”, dan buang “abunya”.

Penamaan masjid itu, mungkin gelora “Api Islam Bung Karno”, sangkaanku, agaknya. Dan saya yang tidak terlalu paham bahasa Arab, tidak akan menduga pemberian nama masjid itu dari bahasa Arab. Khawatir saya salah dalam dugaan pemberiaan nama, yaitu Masjid “Nar al-Islam” sebagai terjemahan teramat “lugu” dari “Api Islam”. Nama “arab” ini tidak saja bermakna negatif, tetapi sekaligus akan menimbulkan polemik, bukan? Lebih baik masjid itu tanpa nama.

Wa Allah a‘lam bi al-shawab

By: Alimuddin Hassan Palawa

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kedua Belas “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kedua Belas “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Diskusi virtual pada pertemuan akhir (kedua belas) dalam agenda “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.). Topik penutup yang disuguhkan oleh ISAIS UIN SUSKA Riau yaitu: “Budak, Selir dan Seks dalam Sejarah Islam”. Dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 08 September 2020 pukul 10.00 – 11.30 WIB

Memang sangat buruk dan kelam akan sejarah Islam mengenai hal ini, akan tetapi diskusi ini bertujuan agar generasi muda mengetahui dan mengambil pelajaran atas peristiwa tersebut. Tentunya diskusi virtual ini menghadirkan narasumber yang berwawasan luas dmengenai sejarah Islam itu sendiri. Beliau adalah Dr. K. H. Hossein Muhammad, MA.

Seorang Komisionir komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan. Beliau telah banyak mengaji secaa langsung kepada ulama-ulama di Al-Azhar Khairo. Beliau adalah seorang pengasuh di pondok pesantren  Dar al-Tauhid yang didirikan oleh kakeknya sendiri pada tahun 1933 sampai sekarang. Beliau banyak aktif dalam berbagai diskusi, halaqoh dan seminar-seminar keislaman khususnya yang berkenaan dengan perempuan dan pluralisme

Secara singkat materi beliau yaitu:

  1. Menafsirakan tafsir sekarang harus beralih dari cara pandang tafsir kepada cara pandang Takwil.
  2. Berfikirlah dengan cara konservatif yang baru untuk perkembangan di masa sekarang.
  3. Jangan menganalogikan prihal masa lalu dengan masa depan. Namun, sebagai orang di masa depan kita terus pahami, maknai sesuai dengan perkembangan zaman. Analoginya dengan adanya perubahan perempuan di masa lalu, dengan perempuan di masa sekarang.
  4. Memberikan HAM, kepada Warga Negara yang berbeda agama, aturan yang ditetapkan harus merata bagi semua, dengan tidak memberikan pemaksaan, sehingga tidak adanya diskriminasi. Jangan memaksakan pandangan golongan  tertentu pada golongan lainnya. Hanya karena sebuah Mayoritas. Namun, berat untuk merealisasikannya.
  5. Pernikahan Siri, dalam Kitab Kuning dengan Nikah SIRI di Indonesia itu berbeda. Nikah Siri dahulu itu adala untuk menyelamatkan perempuan,
  6. Budak, Selir dan Seks (Ujung-ujungnya Korban itu adalah Wanita), jika tidak mempelajari ulang sejarah Imammatul mar’ah, tentang perempuan menjadi imam sholat, bahwa Perempuan seperti Amina Wadud ketika ia menjadi imam dan khotib sekaligus,

Kontekstual sangat dikedepankan. Gagasan dengan realita yang dicapai. Tugas kita sebagai intelektual harus melanjutkan sesuai dengan konteks masing-masing. Berdasarkan hak pada mereka yang mempunyai kualitas, kemampuan tanpa mendiskriminasi.

Materi secara detail, silahkan disaksikan di chanel youtube ISAIS UIN SUSKA Riau. Semoga wabah covid-19 cepat berlalu agar diskusi dapat dilaksanakan secara offline yang tentunya lebih leluasa dalam menyampaikan pendapat ataupun bertukar pikiran bersama ahlinya.

Diskusi Kursus Kebangsaan: “Mengenal Sang Guru Bangsa”

Diskusi Kursus Kebangsaan: “Mengenal Sang Guru Bangsa”

Sungguh sebuah anugerah bagi Bangsa Indonesia, yang telah kita melahirkan tiga sosok penting, yang mengusung persoalan kemanusian dan terus menyiarkan Islam yang ramah dan cinta kasih, baik lewat tulisan maupun lewat mimbar-mimbar diskusi. Mereka itu adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholish Madjid (Cak Nur), dan Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii).

Dalam kancah intelektual muslim Indonesia, mereka selalu menekankan akan pentinya sebuah tafsir Islam Islam yang ramah dan Islam sebagai agama kasih sayang, yang menyebarkan nilai-nilai kemanusian. Konsepsi ini, menurut mereka merupakan ajaran pokok yang ada dalam Islam, yakni agama cinta-kasih, toleran, dan saling menyayangi. Sekaligus, mereka adalah para pemikir kontemporer yang sangat serius dalam membela kaum minoritas (agama, suku, ras, dan lainnya) yang memperoleh diskriminasi.

Dalam beberapa diskusi, kebanyakan para mahasiswa kurang mengenal, bahkan ada yang tidak kenal sama sekali siapa itu Cak Nur atau Gus Dur, atau Buya Syafi’i. Yang justru menghawatirkan adalah mereka mengenal para tokoh itu pada sisi kontraversinya. Misalnya Cak Nur dianggap Liberal karena mengusung ide Sekularisasi. Kebanyakan mahasiswa memperoleh propaganda dari sebagian umat Islam yang kurang setuju atau bahkan belum pernah ketemu dan membaca karya Cak Nur, kemudian menyerang secara membuta.

Oleh karena itu, ISAIS berusaha mengahadirkan kembali para Guru Bangsa tersebut, agar mereka mempunyai pemahaman yang komprehenship tentang ara tokoh tersebut. Untuk kursus ini, kami sengaja mengundang para aktivis organisasi ekstra kampus. Agar mereka meneladani bagaimana sepak-terjang para tokoh ini, ketika menjadi aktivis.

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada rentang waktu antara tanggal 5 sampai dengan tanggal 8 September 2020 dengan pola Seminar. Kegiatan dilakukan secara online, selama 4 hari. Narasumber yang akan hadir pada setiap sessinya adalah Novriantoni Kahar, membincangkan Pemikiran Cak Nur. Sessi ini akan diselenggarakan pada hari Minggu, 5 September 2020 pukul 13.30 – 16.30, Kemudian Abd. Rahim Ghazali akan mengulas pemikiran Buya Syafi’i Ma’arif, dan akan diselenggarakan pada tanggal 07 September 2020, pukul 19.20 – 23.00, Sedangkan terahir, tentang pemikiran Gus Dur akan diulas oleh Alamsyah M. Djafar pada tanggal 08 September 2020, pukul 19.20-23.00

Sessi pertama dalam kursus kali ini, adalah pengantar dan perkenalan para peserta. Diawali sambutan Direktur yang mewakili Rektor UIN Suska Riau, yang memberikan apresiasi atas kegiatan ini. Kemudian dilanjutkan dengan pengantar singkat dari Pak Dardiri, MA dan Bambang Hermanto, MA, tentang ketiga tokoh tersebut dalam kancah akademik maupun gerakan Islam di Indonesia. “Sungguh merupakan kekonyolan, jika para aktivis hari ini tidak mengenal para tokoh besar Indonesia ini”, demikian ungkap Dardiri,

Semoga pada sessi selanjutnya, para mahasiswa ini, mampu menyerap dan memahami dengan baik pemikiran para tokoh besar Bangsa ini. Sehingga mampu membuka wawasan dan gagasan mahasiswa tentang pentingnya keterbukaan dan menerima perbedaan; juga mampu memperkuat pemahaman keagamaan mahasiswa yang lebih mendahulukan kepentingan kemanusiaan dan ke-Indonesiaan dalam beragama.

Diskusi Ma’had se-Indonesia: “Moderasi Beragama Antitesa Terhadap Paham Radikal Dikalangan Mahasantri”

Diskusi Ma’had se-Indonesia: “Moderasi Beragama Antitesa Terhadap Paham Radikal Dikalangan Mahasantri”

Gelar webinar nasional untuk seluruh mahasantri yang ada di Indonesia. ISAIS UIN SUSKA Riau selalu mendukung mahasiswa dalam mengembangkan atau menyalurkan bakatnya. Tidak hanya itu, lembaga ini juga menjadi wadah baik untuk mahasiswa maupun dosen dalam memperluas wawasan intelektualnya. Pada webinar kali ini tentunya berbeda dengan biasanya karena peserta khusus mahasantri yang ada di Indonesia.

Ma’had Al-Jami’ah UIN SUSKA Riau yang menjadi tuan rumah kali ini bekerjasama dengan ISAIS yang mendatangkan pemateri luar biasa. Narasumber 1 yaitu Prof. Noorhadi, M.A, M.Phil, Ph.D. (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta), narasumber 2 yaitu Dr. KH. Akhmad Muzaki, MA. (Mudir Ma’had Aljamiah UIN Malang) dan narasumber 3 yaitu Dr. Arwan Mas’ud, M.Pd. (Mudir Ma’had Aljamiah UIN SUSKA Riau).

Webinar nasional yang bertemakan: “Moderasi Beragama Antitesa Terhadap Paham Radikal Dikalangan Mahasantri Ma’had Al-Jamiah PTKIN” dimoderatori oleh Dadang Firdaus, MA. (Sekretaris Ma’had Aljamiah UIN SUSKA Riau).

Diselenggarakan pada hari kamis, tanggal 03 September 2020 mulai pukul 20.00 WIB sampai selesai. Karena kondisi tidak memungkinkan dengan adanya wabah covid-19, maka dilaksanakan secara online via zoom.

Radikalisme Islam tidak bisa dipisahkan dari Islamisme, pemikiran, paham, wacana, aksi dan gerakan yang memandang Islam bukan sekadar agama, tapi juga ideologi politik yang mendasari bekerjanya sistem kehidupan secara menyeluruh

Islamisme, atau sering juga disebut Islam politik, terutama bukan merupakan gejala agama, tetapi fenomena sosial-politik melibatkan sekelompok individu Muslim yang aktif melakukan gerakan didasari ideologi tertentu yang mereka yakini.

Radikalisme adalah faham, wacana dan aktivisme yang berupaya melakukan perubahan yang radikal terhadap sistem—politik, ekonomi, sosial dan budaya—yang ada. Radikalisme memiliki 3 dimensi terpenting: (1) Intoleransi, (2) anti-sistem dan (3) gagasan revolusioner (keinginan untuk mengubah sistem secara radikal, menyeluruh dan serta-merta). Radikalisme tidak secara otomatis melibatkan kekerasan.

Ekstremisme melangkah lebih jauh dibandingkan radikalisme. Di samping ingin melakukan perubahan terhadap sistem yang berlaku secara radikal, menyeluruh dan serta-merta, ekstremisme juga membenarkan kekerasan sebagai taktik untuk mencapai tujuan. Berbeda dari radikalisme, ekstremisme memperlihatkan ketidaksabaran menunggu perubahan dengan memilih taktik kekerasan.

Didasari keinginan untuk mengubah sistem yang berlaku secara menyeluruh dan revolusioner yang dibangun di atas keyakinan ideologis mengenai supremasi dan totalitas Islam, terorisme menerapkan taktik kekerasan secara sistematis. Tujuan utama terorisme adalah menimbulkan ketakutan dan perasaan traumatik mendalam di kalangan masyarakat untuk memaksa mereka tunduk pada agenda yang diinginkan kaum teroris.

Islam wasatiyya memastikan adanya hubungan yang harmonis antara agama dan negara. Terlepas dari fakta bahwa Indonesia bukan negara Islam Pancasila, yang merupakan lima prinsip yang berfungsi sebagai sebagai ideologi negara, jaminan harus ditegakkan bagi kebebasan beragama dan hak-hak Muslim-serta non-Muslim- untuk melakukan kewajiban agama mereka. Nilai-nilainya yang demikian tidak bertentangan dengan Islam. Pancasila harus diterima sebagai dasar bersama bagi hidup rukun sebagai bangsa. Melekat di Pancasila adalah gagasan tentang pluralisme dan multikulturalisme

secara detail dapat disaksikan materi diskusi webinar nasional ini di youtube ISAIS UIN SUSKA Riau.

Diskusi Ma’had: “Menyibak Fenomena Hijrah di Kalangan Mahasiswa”

Diskusi Ma’had: “Menyibak Fenomena Hijrah di Kalangan Mahasiswa”

ISAIS UIN SUSKA Riau kembali menghadirkan narasumber terbaik yang memiliki pemikiran-pemikiran intelektual sebagai wadah memperluas wawasan dan ilmu pegetahuan di kalangan mahasiswa, khususnya mahasantri ma’had Aly UIN SUSKA Riau. Kondisi wabah covid semakin berkembang, namun tidak menutup kemungkinan untuk kita terus belajar. Pada kesempatan ini telah hadir narasumber kita Dr. Heri Sunandar, M.CI sebagai dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, UIN SUSKA Riau yang dimoderatori oleh Heru Lesmanda, S.Pd.

Sangat menarik terlihat dari antusiasnya peserta dalam mengikuti agenda ini yang bertemakan ” Menyibak Fenomena Hijrah di Kalangan Mahasiswa” yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 29 Agustus 2020 mulai pukul 20.00 WIB. Untuk menghindari kerumunan dan mematuhi aturan pemerintah, tentunya kegiatan ini dilakukan seperti biasa secara online via zoom yang juga tertera di youtube isais agar lebih banyak lagi khalayak yang mendapatkan ilmu ini.

Hijrah tersebut diartikan

  • Bahasa : Berpindah
  • Istilah : hijrah (berpindah dari kegelepan / zhulumat kepada cahaya / Nur).

Shahih Bukhari menjelaskan hakikat muhajir (orang yang berhijrah) dalam maknanya yang luas. Dari Abdullah bin Umar r.a. Nabi SAW bersabda, “Muslim adalah orang yang menyelamatkan semua orang muslim dari lisan dan tangannya. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah”

Adapun kategori hijrah yaitu:

  • Hijrah Fisik (Zhahiriyah)
  • Hijrah Batin (Ruhiyah)

Ayat tentang hijrah juga sudah tertera: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 218.)

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (QS.Al-Hasyr Ayat 9).

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab: 50).

“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki”. (QS. Al-Hajj Ayat 58).

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri[342], (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (Q.S. An-Nisa’ : 97)

[342]. “Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan”

Tidak hanya dalam al-Qur’an, namun hal ini juga dijelaskan dalam hadis tentunya:

Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.(HR.Bukhari : 52)

“Yang berhak menjadi imam atas suatu kaum adalah yang paling menguasai bacaan kitabullah (Alquran), jika dalam bacaan kapasitasnya sama, maka yang paling tahu terhadap sunnah, jika dalam as sunnah (hadis) kapasitasnya sama, maka yang paling dahulu hijrah, jika dalam hijrah sama, maka yang pertama-tama masuk Islam, dan jangan seseorang mengimami seseorang di daerah wewenangnya, dan jangan duduk di rumah seseorang di ruang tamunya, kecuali telah mendapatkan izin darinya.” Kata Al Asyaj dalam periwayatannya dengan redaksi “Maka yang menjadi pertimbangan kapasitas adalah keIslaman dan usia, “ Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Ishaq telah mengabarkan kepada kami Jarir dan Abu Mu’awiyah (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Al-Asyajj telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan, semuanya dari Al A’masy dengan sanad seperti ini. (HR.Muslim : 1078)

Adapun Fenomena Hijrah pada generasi muda dan mahasiswa, yaitu:

  • Tumbuh kesadaran pada generasi muda untuk berhijrah
  • Adanya sebagian mahasiswa yang terperangaruh pemikiran dan pemahaman yang lebih exklusif dalam menjalankan agama dalam kehidupan, sehingga kurang menghargai sebagian masyarakat yang menjalankan agama secara tradisional.

Upaya menyikapi fenomena hijrah dikalangan generasi muda dan mahasiswa

  • Perlu adanya wadah bagi generasi muda dan mahasiswa untuk belajar memahami Islam secara kaffah, universal dan fleksibel.
  • Di kampus UIN Suska seyogianya ada wadah seperti adanya majlis ta’lim kajian Islam bagi mahasiswa termasuk juga bagi ma’had UIN Suska Riau.
  • Memberikan kepahaman kepada generasi muda dan mahasiswa untuk memahami agama secara syumuliyah, kamiliyah dan tasamuh serta islam dan umatnya menjadi rahmatan lil alamin.

Itulah beberapa paparan yang beliau sampaikan, silahkan saksikan materi lengkapnya pada youtube ISAIS. tetaplah belajar dan jangan pernah berhenti. semoga wabah segera berlalu dan kita dapat memaksimalkan diri dalam menimba ilmu 🙂

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kesebelas “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kesebelas “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Tetap bersinar dimasa covid-19. ISAIS UIN SUSKA Riau tak henti-hentinya menyuguhkan materi dan diskusi intelektual yang spektakuler. Pada program “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Muzir Hitami, M.A.” yang kesebelas ini membahas topik: Perjalanan Sejarah Islam; Analisis Geo-Kultur di Era Dinasti umayyah (661-750)”.

Pada hari Rabu, 26 Agustus 2020 yang dimulai pukul 09.00 WIB, secara online via zoom. Diskusi kesebelas ini menghadirkan narasumber yang luar biasa yaitu Prof. Dr. M. Abdul Karim,MA. (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) beliau lahir di Pakistan

dengan topik: “Kemana keturunan nabi: Dari Karbala Hingga Dunia” yang lebih dikhususkan mengenai untaian silsilah Nabi dari Karbala hingga zamrud khatulistiwa. di moderatori oleh Dr. Yasnel, M.Ag (Dosen UIN SUSKA Riau).

Para mujahidin Islam sangat penuh dengan toleransi. Ada 3 periodesasi yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Batasan periode dalam sejarah ditandai dengan adanya kejadian besar. Periode klasik 650-1250. Kemudian periode modern 1800 benar jika dilihat dari periode pemikiran Islam yang ditandai dengan terjadinya revolusi perancis 1789 tak lama kemudian datanglah Napoleon Bonaparte yang membawa revolusi Perancis ke Mesir.

Dinasty Umayyah ada 2, satu di Timur yang berpusat di Damaskus (661-750) dan di Barat yaitu di Andalusia berdiri secara independen (750-1031).  Masa kejayaan Islam di Barat pada Dinasty Umayyah yang independen.

Pada masa periode khulafaurrasyidin identic dengan periode yang demokratis seperti Abu Bakar sidiq. Dia katakan: “Hai hadirin, ikutilah saya, saya terpilih jadi khalifah, tetapi saya tidak baik, paling baik dintara kalian. Ikutilah saya kalau saya taat kepada Allah swt dan Rasul. Kalau saya menyimpang, tidak wajib bagi kalian mendukung saya.” Beliau sangat penuh dengan demokrasi. Sekarang kita masih demokratis tetapi tidak dijalankan secara penuh.

Pada zaman Umar bin Khatab, ekspansi cukup luas. Sedangkan pada masa Usman bin Affan terjadi dua periode. Pada periode pertama itu sangat maju bahkan melebihi pada periode Umar bin Khatab dan pada periode kedua mundur, disitu ada suatu permasalahan nepotisme. Terdapat 6 gubernur kurang kompeten diganti atas permintaan masyarakat, sangat demokratis. Permasalahan utama adalah ekonomi karena banyaknya konglomerat Arab yang menguasai tanah diluar Arab, sehingga banyak yang kehilangan mata pencarian. Pada masa khalifah Ali mulai muncul sekte-sekte atau golongan yaitu khawarij dan syiah.

Secara global ada 3 hal yang tejadi dalam sejarah Islam klasik. Terdapat 3 yaitu khilafiyah yang kedua Geo politik yang terdapat persaingan dan ketiga Geo-cultur yang berkembang karena adanya prinsip-prinsip politik yang konfliknya memuncak sampai terbunuhnya Usman dan adanya perang siffin.

Untuk mendapatkan ilmunya secara mendetail, silahkan saksikan di youtube ISAIS UIN SUSKA Riau 🙂