Merayakan Keberagaman, Merawat Perdamaian (Terciptanya Perdamaian melalui Pemahaman Keberagaman di Indonesia)

Merayakan Keberagaman, Merawat Perdamaian (Terciptanya Perdamaian melalui Pemahaman Keberagaman di Indonesia)

Salah satu fitrah dalam kehidupan yang kita jalani di dunia ini ialah adanya bentuk-bentuk keberagaman yang dimiliki oleh setiap manusia maupun kelompok masyarakat. Keberagaman yang dimiliki tersebut menjadi warna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi komunitas terbesar kehidupan manusia. Keberagaman tersebut seharusnya menjadi sebuah keharmonisan dalam menjalani misi kehidupan yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, juga menumbuhkan rasa dan sikap memahami perbedaan sehingga teciptanya tatanan kehidupan yang aman dan damai. Untuk mencapai itu, keberagaman yang telah menjadi fitrah tersebut harus dipahami oleh setiap orang. Hal ini di dasari oleh Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 13 yang berarti “. . . dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.  . . . “. Berdasarkan ayat tersebut, adalah benar keberagaman itu memang diciptakan oleh Allah supaya manusia yang ada di dunia ini bisa mengenal antara satu dengan yang lainnya. Seperti halnya di Indonesia, kita sudah di anugrahkan keberagaman yang sangat banyak. Mulai dari agama, suku, bahasa, budaya, serta keragaman social yang dipayungi oleh Pancasila sebagai dasar Negara.

Indonesia memiliki beberapa agama. Setiap penganut agama tersebut dilindungi oleh Negara. Dengan adanya keberagaman agama tersebut, masyarakat Indonesia harus menghormati nya. Selain itu, bahasa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia juga beragam. Keberagaman tersebut seperti sebuah hal yang istimewa yang perlu dikenali dan di cintai agar memunculkan suasana perdamaian yang perlu di rawat selamanya. Jangan karena berbeda agama, bahasa, kita menjadi terpecah belah. Mengenali keberagaman, akan membuat kita bersyukur dan merasakan betapa indahnya hal tersebut. Maka dari itu, dengan mengenalinya diharapkan menumbuhkan sikap toleransi dan rasa sayang sehinggal perdamaian bisa terbentuk. Kemudian, adanya keberagaman suku dan budaya juga merupakan sesuatu hal yang istimewa. Saat kita hidup di kelompok masyarakat yang berbeda suku dengan kita, jangan menjauhi diri kita dari mereka. Itu merupakan sikap yang akan mengikis perdamaian. Aspek keberagaman yang tak kalah penting yang harus di cintai dan di pahami yaitu keragaman social. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Orang kaya tidak bisa hidup tanpa orang susah. Siapa yang mau bekerja untuknya, jika tidak ada orang susah? Guru tidak bisa bekerja dan mengajar, jika tidak ada murid yang akan dia didik. Maka dari itu, pemahaman mengenai pentingnya keberagaman dalam kehidupan kita di Indonesia haruslah tertanam sejak kecil oleh orang tua kita.

Terkadang kita berfikir apa gunanya mengenali keragaman yang telah menjadi fitrah kehidupan di dunia, khususnya di Indonesia. Ketahuilah, untuk membuat bangunan rumah, diperlukan bahan atau material yang berbeda dan beragam. Tidak bisa rumah itu dibuat dengan pasir saja. Juga tidak mungkin rumah itu dibuat dengan kerikil saja. Tetapi membutuhkan banyak komponen bahan bangunan yang beragam. Indonesia bisa diibaratkan seperti rumah yang sangat besar. Setiap komponen nya haruslah saling melengkapi, saling menutupi segala kekurangan komponen lainnya sehingga terciptanya rumah yang kokoh, aman dari goncangan dari luar, dan keamanan rumah akan didapat dan terawat selama komponen yang beragam itu bersatu. Kedamaian yang sudah dibangun di Indonesia melalui keberagaman tadi, harusnya selalu dijaga dan konsisten untuk dijalankan. Pancasila sebagai dasar Negara sesungguhnya menjadi alat untuk menciptakan perdamaian dengan menyatukan semua keberagaman. Hal tersebut di abadikan dalam sebuah semboyan yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Kata Bhinneka berarti “beraneka ragam”, tunggal berarti “satu” dan ika berarti “itu”. Sehingga jika diartikan seluruhnya yaitu walaupun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Prinsip inilah yang harus dijaga kemurniannya oleh bangsa Indonesia agar tidak adanya rasa sombong, karena seperti yang sudah disebutkan diatas, setiap perbedaan itu memerlukan sesuatu yang berbeda pula sehingga membentuk satu kesatuan yang kokoh dan damai.

Dalam praktek kehidupan di Indonesia, masih ada orang maupun kelompok yang tidak mau menerima perbedaan tersebut. Kelompok tersebut ada yang mendasari perbuatannya dari aspek agama, suku dan status social. Dalam aspek agama, dicontohkan agama Islam, praktek keagamaan ada yang di sampaikan secara eksplisit, ada yang implisit. Secara eksplisit, tentunya sudah 1 contoh dari Rasulullah. Namun yang implisit, praktek religious yang berbeda cara nya. Namun juga dicontohkan oleh Rasulullah. Dalam menyikapi hal ini, selama praktek keagamaan itu ada dalilnya, itu sah saja dilakukan. Baik dalil yang khusus maupun umum. Perbedaan itu sudah dicontohkan oleh imam 4 madzhab yang mahsyur. Jadi kita harus menjaga perbedaan itu selama tidak sesat. Selanjutnya, ada kelompok yang tidak menerima perbedaan suku. Selama bergaul di masyarakat, mereka hanya bergaul dengan kelompok mereka yang satu suku saja. Hal ini dapat menimbulkan retaknya perdamaian diantara masyarakat. Point terakhir yaitu perbedaan status social. Pada hakikatnya, setiap status social itu saling membutuhkan. Jangan lah orang kaya berlaku sombong kepada yang miskin. Seorang pemimpin haruslah melindungi rakyatnya, tidak memandang perbedaan status social. Baik itu orang kaya, menengah, miskin maupun fakir. Dengan begitu, akan tecipta perdamaan, keharmonisan dalam menjalani kehidupan.

Maka dari itu, seperti yang sudah dijelaskan diatas, keberagaman itu memang sudah fitrah nya bagi manusia agar mereka saling kena-mengenal, saling mencintai dan saling melengkapi segala kekurangan yang lainnya. Sebagai bangsa yang besar Indonesia wajib memelihara keberagaman untuk terciptanya perdamaian bagi bangsa kita. Hidup akan indah jika kita saling menghormati keberagaman. Jika sudah konsisten terhadap hal tersebut, maka kedamaian akan tercipta dan terawat sampai akhir hayat nanti. Dengan begitu, bisa saja kita merayakan yang namanya keberagaman, untuk terawatnya kedamaian di Indonesia.

By (Bahrul Ulum)

Eloknya Keberagaman di Negri yang Beragam

Eloknya Keberagaman di Negri yang Beragam

Indonesia merupakan negara dengan kemajemukan yang sangat tinggi. Terdiri dari banyak suku dan ribuan kebudayaan yang mewarnai eloknya Indonesia. Indonesia diberikan anugrah dengan  keberagaman adat istiadat, bahasa, dan ciri-ciri biologis di berbagai daerah. Badan Pusat Statistik merilis data pada 2010 yang menyebut ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Keberagaman ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan budaya yang paling kaya. Dikenal dengan masyarakat yang majemuk dapat dilihat dari realits yang ada. Senada dengan H.A.R Tilaar menyatakan bahwa : “Masyarakat multikultural menyimpan banyak kekuatan dari masing-masing kelompok tetapi juga menyimpan benih-benih perpecahan”. Keberagaman juga dapat memicu konflik di masyarakat. Benturan antar budaya, suku, ras, etik, dan nilai-nilai yang berlaku yang pada nantinya menjadi benih dan menciptakan disintegrasi bangsa. Ada yang beranggapan bahwa keberagaman justru dianggap sebagai sumber perbedaan bila tak dijembatani dengan baik. Terlebih salah satu akar masalah yang sangat serius adalah masalah klaim kebenaran oleh sebuah kelompok. Berdasarkan Dewan Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tahun 2016 di seluruh wilayah Indonesia masih banyak kasus intoleransi dan kekerasan yang terjadi. PBB mencatat sebanayak 75 persen dari konflik besar yang terjadi di dunia saat ini berasal dari dimensi kultural (Tempo.co).

Pada kenyataan nya masyarakat dewasa ini masih menunjukkan pemahaman yang dangkal mengenai keberagaman ini. Istilah keberagaman atau pluralisme sudah menjadi barang harian dalam wacana umum nasional. Namun dalam masyarakat, ada tanda-tanda orang memahami keberagaman ini hanya sepintas saja tanpa makna yang lebih mendalam dan tidak berlandaskan kepada ajaran yang benar. Paham keberagaman tidak cukup hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tapi harus disertai sikap yang tulus untuk menerima kenyataan kemajemukan itu bernilai positif. Sekaligus merupakan sebuah rahmat dari Tuhan. Di dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari perbedaan adalah kunci dalam kebahagian.Kita akan melangkah ke jalan yang benar dengan toleransi atau kita melangkah di kehancuran. Oleh sebab itu, Masyarakat Indonesia harus mengembangkan nilai-nilai multikulturisme dan dapat dieajawantahkan dalam kehidupan sehari-hari sudah saatnya masyarakat mulai sadar betapa pentingnya toleransi dan keharmonisan antar perbedaan. Dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling mengharagi dan menghormati ,sehingga tidak terjadi gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian.

Dalam kaitannya dengan agama sangat menjunjung pluralitas/keberagaman, karna keberagaman merupakan sunnahtullah yang harus dijunjung tinggi dan dihormati keberadaanya. Karena pada dasarnya Allah SWT menciptakan semua orang berbeda-beda.Karena itulah , dalam Q.S Al-Hujarat ayat 13 yang artinya : “Hai manusia ,sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa supaya kamu saling menegenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antarakamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”

Dengan adanya keberagaman ini,bukan berati menganggap kelompok,mahzab,ataupun keberagaman yang lainnya  mengganggap hanya kelompoknyalah yang paling benar.Ajaran islam mengutamakan persaudaraan atau ukhwah dalam menyikapi keberagaman.Hal ini di jelaskan dalam Q.S Al-Hujarat ayat 10 :”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara ,karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah Swt supaya kamu mendapatkan rahmat”.Perumpamaan lainnya di ibaratkan bangunan “Orang mukmin dengan mukmin yang lain seperti sebuah bangunan,sebagian menguatkan sebagian yang lain.(H.R Shahih Muslim).Maka langkah konkrit untuk menyikapi itu semua adalah  membangun tali silaturahmi yang mengedepankan toleransi intern umat islam. Dengan terjalinnya tali silaturahmi maka banyak peluang kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan,sehingga kedamaian akan terus berjalan dan perpecahan tidak akan terjadi.

By ( Hilyati Zikriani)

ISAIS Goes to Faculty of UIN SUSKA RIAU “Tema : Islam antara Normatif dan Historis”

ISAIS Goes to Faculty of UIN SUSKA RIAU “Tema : Islam antara Normatif dan Historis”

 

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) dalam Kegiatan goes to faculty of UIN SUSKA RIAU dilaksanakan pada tanggal 02 Oktober 2019 di fakultas Syariah dan Hukum. Bersama Bambang Hermanto, MA dari Dosen UIN SUSKA RIAU dengan jumlah peserta diskusi 40 mahasiswa yang menjadi perwakilan dari fakultas Syariah dan Hukum. kegiatan ini, merupakan kelanjutan dari program diskusi yang selama ini dilaksanakan di sekretariat ISAIS UIN Suska Riau. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah mengembangkan sikap dan nalar kritis mahasiswa dalam meyikapi setiap persoalan dalam beragama. Sebagai mahasiswa, sudah seharusnya mampu memberikan respon dan melakukan problem solving atas setiap persoalan yang muncul. Kegiatan ini, diharapkan mampu melatih mahasiswa untuk melakukan hal tersebut.

Pada pertemuan perdana ini, topik yang didiskusikan adalah “Islam; antara Normativitas dan Historisitas”. Topik ini menjadi penting, mengingat selama ini, umat Islam, belum mampu memilah dan membedakan aspek normativitas dan aspek historisitas dalam Islam. Aspek tersebut dibedakan dari ruang lingkup, wilayah, sasaran, serta objek kajian dalam studi islam.

Aspek normativitas dalam islam merupakan bagian yang diturunkan dari wahyu, berupa pokok-pokok yang tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits. Aspek ini merupakan dogma, doktrin, absolut, dan tidak berubah. Menolak aspek ini, berarti ia bukan muslim. Namun demikian, ketika ia sudah turun kepada konsep pemahaman, maka ia menjadi historis. Islam yang semula dogmatif, doktrinal, absolut dan lainnya itu, menyejarah menjadi dinamis, lentur, dan tidak kaku.

Aspek historis dalam islam merupakan pengulangan produk sejarah yakni berupa islam yang sudah merupakan hasil pemahaman, penjelasan, penafsiran, atau penerapan dari ketentuan-ketentuan dari wahyu.Aspek ini bersifat manusiawi, relatif/ tidak mutlak kebenarannya, bersifat lokal, berubah sesuai waktu dalam situasi, kondisi, dan domisili, serta realistis.

Di akhir sesi peserta diberikan contoh-contoh Islam dari aspek normatif dan historis agar dapat membedakan dan menjadi bahan diskusi bagi peeserta. Dengan demikian mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum UIN SUSKA Riau diharapkan dapat menyebarkan kecerdasan literasi kepada mahasiswa yang berada dilingkungan sekitar.

ISAIS UIN SUSKA RIAU MENGGELAR FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DENGAN AGEN PERUBAHAN MA’HAD ALY UIN SUSKA RIAU

ISAIS UIN SUSKA RIAU MENGGELAR FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DENGAN AGEN PERUBAHAN MA’HAD ALY UIN SUSKA RIAU

Menanggapi dinamika beredarnya isu-isu dilingkungan UIN SUSKA RIAU. Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan agen perubahan Ma’had Aly UIN SUSKA RIAU. Acara ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 28 September 2019 tepatnya di Asrama Ma’had aly UIN SUSKA RIAU. Kegiatan ini mengahadirkan dosen UIN SUSKA RIAU dengan peserta sebanyak 40 orang.

Pembicara yang hadir dalam kegiatan ini yaitu Dr. Drs. Alimuddin, M.Ag selaku perwakilan UIN SUSKA RIAU. Kegiatan ini, akan dilaksanakan 2 kali dalam satu bulan, yaitu minggu kedua dan minggu keempat selama 15 kali pertemuan. Dengan menggunakan pendekatan andragogi dan pendidikan dewasa, artinya, mahasiswa diasumsikan sudah memiliki seperangkat pengetahuan untuk dieksplorasi dan didiskusikan lebih mendalam. Selain diskusi, kegiatan ini juga akan membedah film, bedah buku, dan training-training yang bersifat aplikatif, misalnya training kaligrafi, seni, dan lainnya.

Dengan adanya kerja sama ini menurut beliau kita dapat memaksimalkan kegiatan-kegiatan literasi keilmuan seperti; selalu adanya kegiatan (diskusi ilmiah, belajar menulis,dll). Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memberikan masukan dan panduan dan bagi para mahasiswa ma’had aly UIN Suska Riau yang memiliki semangat untuk menyusun kontra-narasi dan narasi alternatif, sebagai bentuk “perlawanan” terhadap narasi-narasi kebencian dan kekerasan. Serta tujuan lainnya adalah memberikan wawasan dan memperkenalkan kepada mereka tentang strategi dan metode dalam menghadapi narasai-narasi kebencian dan kekerasan; serta membentuk agen-agen yang mampu melawan narasi-narasi kebencian dan kekerasan.

Adapun Narasumber yang akan mendampingi para mahasiswa ini, pada umumnya adalah para dosen UIN Suska Riau, yang memiliki pemahaman keagamaan yang moderat, pluralis, dan terbuka. Dalam perjalannya, tidak menutup kemungkinan, diskusi ini akan menghadirkan para intelektual yang ada di Jakarta ataupun di daerah lain. Adapun nama-nama Narasumber, diantaranya adalah; ((Prof. Dr. KH. Ahmad Mujahiddin, M.Ag), ( Prof. Dr. H. Munzir Hitami, MA), (Dr. H. Suryan A. Jamrah, MA), (Dr. Iskandar Arnel, MA), ( Dr. Alimuddin Hassan, M.Ag), (Drs. Dardiri MA), (Drs. Zulkifli M. Nuh, M.Ed), (Drs. Masbukin, M.Ag), (Bambang Hermanto, MA), (Imam Hanafi, MA ))

Dengan kegiatan ini diharapkan mahasiwa mampu berfikir terbuka dan moderat serta mampu menyebarkan narasi-narasi perdamaian ditengah-tengah keberagaman yang ada di asrama maupun di lingkungan UIN SUSA RIAU.

Hoax dan Literasi Informasi

Hoax dan Literasi Informasi

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) dalam Kegiatan Short Course Of Dakwah Transformatif Bagi Musyrif / Musyrifah Ma’had Aly UIN SUSKA RIAU juga mengupas materi mengenai “Hoax dan Literasi Informasi” pada hari ketiga yaitu tanggal 15 September 2019. Bersama Bambang Hermanto, MA dari Dosen UIN SUSKA RIAU.

Mahasiswa sebagai actor social selalu dihadapkan pada kenyataan adanya surplus informasi yang berpotensi untuk menyamarkan kebenaran. Hal ini diperparah oleh bermunculannya berbagai hoaks yang tersebar di berbagai media social. Untuk itu dalam short course of Dakwah Transformative for Musyrif and Musyrifah MA`had Aliy UIN SUSKA Riau salah satu tema yang dikembangkan adalah pemahaman literasi anti hoaks yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada Pembina Asrama UIN SUSKA dapat membimbing mahasiswa baru di lingkungan Asrama.

Asrama UIN SUSKA RIAU menampung sekitar 300 mahasiswa merupakan sebuah komunitas yang rentan dengan pengaruh hoaks yang dapat masuk dengan mudah kapanpun dan dimanapun. Menurut narasumber pada materi ini, Bambang Hermanto, MA. Mahasiswa harus memiliki soft skill dalam mengidentifikasi berita tidak benar ataupun berita benar yang diframing dengan kebohongan. Akibat dari berita bohong akan sangat merugikan bagi peran mahasiswa sebagai elemen terdidik masyarakat. Dalam materi tersebut disampaikan betapa hoakc mengancam sendi mendasar kehidupan masyarakat dan berbangsa di Indonesia. Untuk mengenali hoaks mahasiswa harus memperbanyak crosscheck antar sumber berita, menngenali sumber berita yang menjunjung kode etik jurnalistik serta dapat melakukan recheck ke beberapa situs anti hoaks seperti forumindonesiaantihoaks, turnbackhoax dan lain sebagainya.

Di akhir sesi peserta diberikan contoh contoh berita yang viral di beberapa situs dan mengenali cara untuk mengidentifikasi dan memastikan bahwa berita tersebut benar atau tidak. Dengan demikian mahasiswa UIN SUSKA diharapkan dapat menyebarkan kecerdasan literasi ditengah informasi yang dapat menjadi pisau bermata dua. Kalau informasi digunakan secara bijak maka akan banyak kebaikan yang dikembangkan namun sebaliknya jika informasi digunakan seara tidak bertanggung jawab dapat mengancam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

 

MA’HAD ALY UIN SUSKA RIAU

MA’HAD ALY UIN SUSKA RIAU

Pada kegiatan Short Course Of Dakwah Transformatif Bagi Musyrif / Musyrifah Ma’had Aly UIN SUSKA RIAU. Dihari kedua yaitu tanggal 14 September 2019 Pak …… selaku ketua pempinan Ma’had Aly UIN SUSKA RIAU memberikan pengajaran kepada musyrif/musyrifah.

Menurut beliau menjadi musyrif/musyrifah harus lah memiliki kemampuan menjadi seorang guru dan bisa menjadi pedoman bagi para mahawsiswa yang ada di ma’had. Oleh karena nya beliau sangat mendukung acara seperti ini diadakan untuk mahasiswa yang berada di lingkungan asrama UIN SUSKA RIAU agar bertambah ilmu pengetahuan dan soft skill bagi para musyrif dan musyrifah.

Acara ini pertama kali nya diadakan oleh asrma bekerja sama dg ISAIS (Institute for Southeast Asian Islamic Studies) UIN SUSKA RIAU sehingga diharapkan acara-acara lain seperti literasi, belajar menulis, berdakwah dan lain sebagainya dapat dilaksanakan kembali dilain hari dan kesempatan.