BERDAMAI DENGAN MENELADANI NABI

BERDAMAI DENGAN MENELADANI NABI

Helmaya Indra Sari

Sebagaimana agama-agama lainnya, Islam sesungguhnya merupakan agama yang peduli dan mendorong kepada umatnya untuk menjaga kedamaian seluruh umat manusia. Merujuk pada makna dasar Islam sendiri, yakni salam, maka Islam membawa misi keselamatan dan kedamaian. Namun demikian, kedamaian tidak bisa ditanggung oleh beberapa pihak saja namun seluruh elemen kehidupan harus berperan di dalamnya, agar tercipta sebuah kedamaian.

Secara historis, peran dan aktualisasi dari hal itu telah melekat dan tergambar pada profil Nabi Muhammad, sang pembawa risalah. Wajah keteduhan dan kedamaian terekspresi dengan baik bersama Nabi. Sehingga Alquran memproklamirkan Nabi sebagai sosok pembawa rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin). Tidak lah heran jika kemudian kita diberikan sitiran Hadits bahwa ”Sesungguhnya aku diutus (Tuhan) untuk menyempurnakan kemuliaan Akhlaq”.

Ketika Nabi di Mekkah, sedang mengalami tahun kesedihan dan penolakan kafir Quraisy yang keras, maka beliau hijrah ke Thaif, dengan harapan mendapatkan tempat baru yang representatif. Tetapi di Thaif justru memperoleh perlakuan yang semakin keras, bahkan nabi dilempari batu, dan melukai beliau. Tetapi beliau tetap sabar. Bahkan ketika malaikat datang, untuk membantu nabi menurunkan bencana kepada masyarakat Thaif, nabi menolak. Dengan landasan, bahwa beliau masih optimis, anaknya atau keturunan orang Thaif yang memusuhinya masih berpotensi menjadi pengikut rasulullah.

Pada saat Rasulullah Saw. pulang dari masjid dan diludahi oleh seorang kafir, namun beliau tak marah. Bahkan, beliau bergegas menjenguk ketika orang tersebut diketahui sedang sakit, sehingga orang tersebut kemudian masuk Islam.

Dari kisah-kisah tersebut, kita melihat keluhuran budi atau akhlak Rasulullah Saw. Kedzaliman, kemarahan, dan kebencian yang dilancarkan pada beliau tak dibalas dengan hal serupa, namun justru dibalas dengan kasih sayang, perhatian, dan harapan yang baik. Dari sanalah sinar kedamaian Islam itu terpancar, sehingga bisa menerangi dan memberi hidayah bagi mereka yang belum mengerti.

Dalam hal toleransi, keteladanan Nabi ditunjukkan dengan perlakuan Nabi Muhammad ketika berhadapan dengan kelompok Yahudi maupun Nasrani. Nabi selalu menonjolkan perdamaian dari pada konflik. Misalnya, sebuah perjanjian yang ditulis pada masa Nabi ketika menerima delegasi Kristen yang mengunjungi Nabi SAW pada 628 Masehi di Madinah. Isinya adalah:

“Ini adalah pesan dari Muhammad bin Abdullah, sebagai perjanjian bagi siapa pun yang menganut kekristenan, jauh dan dekat, bahwa kami mendukung mereka. Sesungguhnya saya, para pelayan, para penolong, dan para pengikut saya membela mereka, karena orang-orang Kristen adalah penduduk saya; dan karena Allah! Saya bertahan melawan apa pun yang tidak menyenangkan mereka.

Tidak ada paksaan yang dapat dikenakan pada mereka. Sekalipun oleh para hakim mereka, maka akan dikeluarkan dari pekerjaan mereka maupun dari para biarawan-biarawan mereka, dari biara mereka. Tidak ada yang boleh menghancurkan rumah ibadah mereka, atau merusaknya, atau membawa apa pun daripadanya ke rumah-rumah umat Islam.

Jika ada yang memgambil hal-hal tersebut maka ia akan merusak perjanjian Allah dan tidak menaati Rasul-Nya. Sesungguhnya, mereka adalah sekutu saya dan mendapatkan piagam keamanan melawan apa pun yang mereka benci.

Tidak ada yang memaksa mereka untuk bepergian atau mengharuskan mereka untuk berperang. Umat Islam wajib bertempur untuk mereka. Jika ada perempuan Kristen menikahi pria Muslim, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan perempuan itu. Dia tidak dapat dilarang untuk mengunjungi gerejanya untuk berdoa.

Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dilarang memperbaiki dan menjaga perjanjian-perjanjian sakral mereka. Tidak ada dari antara bangsa (Muslim) yang boleh tidak mematuhi perjanjian ini hingga Hari Akhir.”

Betapa mulianya Nabi dalam memperlakukan kelompok lain yang berbeda. Dengan nalar humanisnya, Rasulullah tetap memberikan hak kepada siapa pun untuk menjalankan aktivitas. Bahkan, pihak-pihak yang secara nyata menghujat Rasulullah tidak dibalas dengan perlawanan serupa. Rasulullah justru menunjukkan sebuah senyuman yang justru bisa meluluhkan siapa pun yang pernah menghina dirinya.

Dengan mewarisi kemuliaan beliau, maka menjaga perdamaian dalam Islam merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Untuk itu setiap umat Islam haruslah menjadi ‘agen of change’ dan ‘maintain peace on earth’, agar Islam semakin berkembang, dianut oleh banyak orang, dan dicintai oleh seluruh umat.

Leave a Reply