ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kesebelas “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kesebelas “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Tetap bersinar dimasa covid-19. ISAIS UIN SUSKA Riau tak henti-hentinya menyuguhkan materi dan diskusi intelektual yang spektakuler. Pada program “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Muzir Hitami, M.A.” yang kesebelas ini membahas topik: Perjalanan Sejarah Islam; Analisis Geo-Kultur di Era Dinasti umayyah (661-750)”.

Pada hari Rabu, 26 Agustus 2020 yang dimulai pukul 09.00 WIB, secara online via zoom. Diskusi kesebelas ini menghadirkan narasumber yang luar biasa yaitu Prof. Dr. M. Abdul Karim,MA. (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) beliau lahir di Pakistan

dengan topik: “Kemana keturunan nabi: Dari Karbala Hingga Dunia” yang lebih dikhususkan mengenai untaian silsilah Nabi dari Karbala hingga zamrud khatulistiwa. di moderatori oleh Dr. Yasnel, M.Ag (Dosen UIN SUSKA Riau).

Para mujahidin Islam sangat penuh dengan toleransi. Ada 3 periodesasi yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Batasan periode dalam sejarah ditandai dengan adanya kejadian besar. Periode klasik 650-1250. Kemudian periode modern 1800 benar jika dilihat dari periode pemikiran Islam yang ditandai dengan terjadinya revolusi perancis 1789 tak lama kemudian datanglah Napoleon Bonaparte yang membawa revolusi Perancis ke Mesir.

Dinasty Umayyah ada 2, satu di Timur yang berpusat di Damaskus (661-750) dan di Barat yaitu di Andalusia berdiri secara independen (750-1031).  Masa kejayaan Islam di Barat pada Dinasty Umayyah yang independen.

Pada masa periode khulafaurrasyidin identic dengan periode yang demokratis seperti Abu Bakar sidiq. Dia katakan: “Hai hadirin, ikutilah saya, saya terpilih jadi khalifah, tetapi saya tidak baik, paling baik dintara kalian. Ikutilah saya kalau saya taat kepada Allah swt dan Rasul. Kalau saya menyimpang, tidak wajib bagi kalian mendukung saya.” Beliau sangat penuh dengan demokrasi. Sekarang kita masih demokratis tetapi tidak dijalankan secara penuh.

Pada zaman Umar bin Khatab, ekspansi cukup luas. Sedangkan pada masa Usman bin Affan terjadi dua periode. Pada periode pertama itu sangat maju bahkan melebihi pada periode Umar bin Khatab dan pada periode kedua mundur, disitu ada suatu permasalahan nepotisme. Terdapat 6 gubernur kurang kompeten diganti atas permintaan masyarakat, sangat demokratis. Permasalahan utama adalah ekonomi karena banyaknya konglomerat Arab yang menguasai tanah diluar Arab, sehingga banyak yang kehilangan mata pencarian. Pada masa khalifah Ali mulai muncul sekte-sekte atau golongan yaitu khawarij dan syiah.

Secara global ada 3 hal yang tejadi dalam sejarah Islam klasik. Terdapat 3 yaitu khilafiyah yang kedua Geo politik yang terdapat persaingan dan ketiga Geo-cultur yang berkembang karena adanya prinsip-prinsip politik yang konfliknya memuncak sampai terbunuhnya Usman dan adanya perang siffin.

Untuk mendapatkan ilmunya secara mendetail, silahkan saksikan di youtube ISAIS UIN SUSKA Riau 🙂

Diskusi Ma’had: “Mengenal Gerakan Sosial Islam Saat Ini”

Diskusi Ma’had: “Mengenal Gerakan Sosial Islam Saat Ini”

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Sultan Syarif Kasim Riau meyelenggarakan kegiatan diskusi rutin bersama Musyrif dan Musyrifah Ma’had Al-Jami’ah UIN SUSKA Riau. Diskusi kali ini bertemakan: “Mengenal Gerakan Sosial Islam Saat Ini”. Akan diulas pada hari Minggu, tanggal 23 Agustus 2020 mulai pukul 20.00 WIB secara online via zoom.

Pemantik yang ahli dibidangnya kembali dihadirkan oleh ISAIS UIN SUSKA Riau yaitu bapak Drs. Dardiri, MA. sebagai dosen fakultas tarbiyah dan keguruan. Beliau juga alumni Mc Gill University, Canada. Tentunya diskusi ini memiliki pemandu untuk memoderatori diskusi agar terarah dan tidak menyimpang dari tema yang diulas, yaitu Heru Lesmanda, S.Ag.

Materi secara menyeluruh dapat disaksikan kapan saja di Youtube ISAIS UIN SUSKA Riau. Pembahasan ini sangat menarik dan membuka cara berfikir kita agar terus mencari ilmu meski dalam keadaan pandemi covid 19 ini.Beliau menyampaikan bahwa agama berperan penting terhadap sikap hidup manusia. Sehingga tidak jarang organisasi atau gerakan sosial itu berbasis agama, apalagi Islam. Atas dasar tersebut menjadi menarik saat membahas salah satu makhluk ini (manusia).

Berkenaan dengan hal tersebut, tumbuh dan berkembangnya organisasi atau gerakan sosial itu nyata sebagai sebuah upaya. banyak motif yang melatarbelakangi tumbuhnya gerakan sosial di kalangan masyarakat maupun di kalangan Islam. Dari tahun 1900 an di Indonesia lahir banyak sekali gerakan Islam, seperti Muhamadiyah, Sarikat Islam, Persatuan Islam dan banyak yang lainnya.

Hingga saat ini organisasi dalam Islam semakin bertambah. Berdasarkan hasil penelitian Aziz (peneliti gerakan sosial), Indonesia menjadi tempat pertempuran dari gerakan sosial. Organisasi-organisasi keislaman juga banyak misis di Indonesia terutama pada era menjelang kemerdekaan.

Secara umum, ada organisasi lokal dan organisasi transnasional. Silahkan saksikan materi lengkapnya di youtube: ISAIS USR OFFICIAL

Diskusi Ma’had: “Memahami Islam Jalan Tengah Antara Legal Spesifik dan Moral Ideal”

Diskusi Ma’had: “Memahami Islam Jalan Tengah Antara Legal Spesifik dan Moral Ideal”

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Sultan Syarif Kasim Riau meyelenggarakan kegiatan diskusi bersama Musyrif dan Musyrifah Ma’had Al-Jami’ah UIN SUSKA Riau dengan tema Memahami Islam Jalan Tengah Antara Legal Spesifik dan Moral Ideal yang dilaksanakan pada hari Minggu, 26 Juli 2020, mulai pukul 20.00 secara online via zoom.

Pada diskusi kali ini, ISAIS mendatangkan narasumber dari dosen UIN SUSKA Riau yaitu bapak Dr. Alimuddin Hassan, M.Ag. yang dimoderatori oleh Heru Lesmanda, S.Ag.

Setelah ayat ihdinnashirotolmustakim shirotollazina’anam ta’alaihim ghoiril maghdubi pemuda akhirin selalu mengatakan bahwa bukan orang yang kau murkai walladhollin dan bukan pula orang yang sesat. Yang dimaksud  maghdub disini yahudi. Sementara dhollun adalah orang Kristen. Jadi kehadiran Islam beberapa abad yang lalu tidak lagi berjalan dengan baik karena yang satu terlalu keras dan yang satu terlalu lembek, maka hadirlah islam didayun dikarang yang lembek.

Orang Yahudi, itu Taurat diturunkan kepada dia dinasti Fir’auni di Mesir, sehingga mereka tidak memiliki inisiasi, tidak memiliki kemerdekaan ketika mereka dihimbau memeluk agama yang dibawa oleh nabi Musa akhirnya mereka tidak punya inisiatif dan tidak punya kebebasan karena sudah terpoles sedemikian rupa sehingga yang diturunkan Taurat. Taurat itu sendiri artinya hukum serba keras.

Singkatnya  sehingga ketika kita cermati didalam Al-Qur’an beberapa ayat yang selalu ketika Allah menegur orang Yahudi kenapa engkau mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah lalu dengan keras mereka mengatakan didalam  Al-Qur’an menyebutkan ketika mereka dicederai dengan hidung maka hidung balas hidung dan darah dibalas darah dan seterusnya. Melihat kondisi ini, lalu kemudian Allah mengutuskan Nasi Isa a.s tetapi belakangan umat Nabi Isa itu singkat kata terlalu lunak menjadi manusia yang lembek, bahkan ada yang mengatakan andai kata orang kristiani di Eropa tidak mengisi budaya-budaya dari  Romawi yang ada hukum ada undang-undang dan peraturan sebagainya, maka mereka sungguh menjadi orang yang sangat lembek bahkan harta sekalipun mereka mewarisi itu dari Romawi tetap saja mereka premisif dari segi etika dan seterusnya.

Oleh karena itu, ketika kondisinya seperti itu, maka diutuslah Nabi Muhammad SAW untuk mendayung diantara dua buah pemahaman antara Yahudi dan Kristen yang kita pahami yang satu keras yang satu adalah terlalu lembek. Kemudian masuk ke skema yaitu pengkajian dan pengajian adalah dua hal yang berbeda. Kata “ngaji” itu selalu terkait dengan bacaan-bacaan terhadap kitab suci, terhadap mantra-mantra. Berbeda pula dengan kaji. Kata “kaji” itu adalah upaya untuk melakukan eksplorasi secara rasional. Sementara mengaji itu terkait dengan kitab suci. Kita boleh tidak setuju dengan pembagian kata-kata kaji dengan ngaji. Lalu mengaji itu selalu bersifat normatif bersifat absolut pada akhirnya al-khair, sementara mengkaji itu selalu didekati dengan historis ilmiah pemahaman-pemahaman yang ada didalamnya relatif pada ujung-ujungnya dibawahnya itu kita kenal dengan ma’ruf sesuatu yang dikenal baik.

Al-Khairu dimanapun  dan kapanpun oleh siapapun pasti benar pasti baik. Mengaji sebagaimana kita ketahui konteksnya dengan kitab suci Al-Qur’an. Mengaji Al-Qur’an sebagaimana waktu kita kecil kita mendapat definisi apa itu mengaji Al- Qur’an atau Al-Qur’an adalah diantaranya sebuah kalam Allah yang diturunkan oleh Allah dan disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril dan disitu ada penjelasan bahwa berpahala bagi orang yang membacanya. Makanya misalnya ketika kita membaca Al-Qur’an Alif Lam Mim disebutkan bahwa satu huruf itu menandakan ada sepuluh pahala dan alif lam mim  berarti tiga puluh pahala seterus dan seterusnya.

Kesimpulannya adalah ada pada misalnya mengaji merangkai huruf-huruf dan kata-kata dan kalimat-kalimat ayat-ayat dalam Al-Qur’an itu mengaji. Kemudian yang level kedua adalah bagi bapak-ibu kita dibulan Ramadhan itu orang-orang rajin sekali mengaji mungkin kita juga rajin membaca demi mendapatkan pahala, itu juga dalam konteks mengaji yang lebih serius ketimbang kita membaca ketika kecil membaca Iqra’ mengaji juga. Lalu juga di posisi yang ketiga adalah mengaji dalam konteks majelis ta’lim. Disitu kita tidak diberi hamparan tentang kebenaran-kebenaran. Seorang ustadz atau ustazah itu menyampaikan materinya dengan tidak memberikan peluang kepada audiencenya untuk memberikan alternatif, berbeda misalnya kita mengkaji berkaitan dengan lembaga pendidikan.

Secara umum membedakan antar lembaga pendidikan dengan lembaga dakwah. Mungkin untuk persentasinya untuk perguruan tinggi misalnya UIN mungkin misi dakwahnya tetap harus ada karena ada uinnya islamnya tetapi jika itu yang mendominasi itu juga tidak benar. Kemudian juga kajian-kajian yang ada dimajelis ta’lim, kalau begitu masjid-mesjid yang dilakukan oleh ibu-ibu tersebut yang disitu tidak ada alternatif kebenaran pokoknya mereka ingin “mengaji pendek” ketika mereka pulang mereka ingin menerapkannya.

Di perguruan tinggi kita harus memahaminya dengan kritis kita harus memahaminya dengan melihat segala sesuatunya. Lebih lanjutnya bahwa, mengaji itu selalu berkait harfiat tekstual. Sementara mengkaji itu terkait dengan maknawi kontekstual. Lalu kemudian harfiat tektual itu bersikap skriptural lalu kemudian legal spesifik.

Legal spesifik itu bersifat ta’abbudi. Ketika dia bersifat ta’abbudi dia akan bersikap pundamental. Sebaliknya mengkaji itu kita biasanya melihat makna kontekstualnya lalu bersifat substansial. Yang diberikan penekan disini adalah moral idealnya, lalu kemudian dengan moral idealnya mau tidak mau kita akan melihat pada akulnya. Dan terakhirnya terus di ikuti oleh orang itu maka akan bersifa liberal. Ada masanya kita harus memahami Al- Qur’an secara kontekstual, disatu sisi ada masanya kita juga harus memahami Al-Qur’an secara maknawi kontekstual.

Secara umum, orang yang memahami Al-Qur’an hanya sebatas kontekstual maka dia akan memahami Al-Qur’an secara sinjular. Sinjular itu hitam-putih, lalu dia kan bersikap eksklusif lalu kemudian dia ekstrim. Sebaliknya, orang yang melakukan pengkajian dengan melihat secara prurar bahwa kebenaran-kebenaran alternati-alternatif. lalu bersifat inklusif, pada bagianya akan bersifat moderat.

Kalau hanya pemahaman kita terhadap Al-Qur’an tekstual boleh jadi ketika kita memahami sesuatu. Ketika kita memahami satu konteks Al-Qur’an hanya satu,  maka itu akan membuat kita menjadi eksklusif jadi ekstrim. Dengan demikian, biasanya orang itu memiliki pemahaman yang sempit lalu kemudian taklid maka pada ujungnya orang itu akan fanatik. Sebaliknya orang yang memahami Al-Qur’an secara prural, tidak memahami satu makna tertentu dari Al-Quran itu hanya tunggal tetapi memahami begitu banyak maknanya, lalu kemudian dia akan bersikap inklusif dan moderat biasanya orang itu lapang dada, kritis lalui memaknai ijtijad itu terbuka luas maka ujung-ujungnya akan menjadi toleran.

Karena ini berbicara tentang Nash Al-Qur’an dan Hadits, maka saya ingin menggunakan metode fashlurahman ketika ia menggunakan untuk memahami sebuah teks kitab suci Al-Qur’an dan juga sebelumnya tentang Hadits. Misalnya soal Hadits, hadits itu menurut fashlurahman ataupun sunnah secara realitas adalah berevolusi secara historis. Karenanya boleh jadi berevolusi dimasa yang akan datang. Secara actual secara sunnah, Nabi itu dihidupkan oleh sahabat Nabi dan pada masa Tabi’in. adapula ijma’ dikalangan mereka ada ijtihad dikalangan mereka yang memaknai sunnah nabi itu dilakukan oleh para ulama-ulama pada masa itu.

Penulisan hadits secara besar-besaran pada abad kedua setidaknya menumbuhkan persebatian antara sunnah nabi yang hidup dengan upaya yang dilakukan oleh para sahabat dan tabi’in konteksnya mereka adalah ulama-ulama besar pada waktu itu terkait dengan ijma’ dan ijtihad ulama itu kita lihat dalam sejarah adab ke empat, abad ke sepuluh masehi empat hijriyah sudah tertutup karena mereka tidak lagi membiarkan sunnah nabi itu hidup. Contohnya dalam banyak kasus sebut saja misalnya kasus kekerasan rumah tangga dimana suami sedemikian dominan dan seterusnya, mari kita menghidupakan sunnah Nabi dalam satu sisi dan kemudian di sisi lain mari kita kembangkan dalam konteks menghidupkan uapaya nabi mengangkat derajat wanita untuk ukuran waktunya amat sangat revolusioner tetapi jika itu saja tidak kemudian dihidupkan dimasa yang akan datang maka tertinggal dalam konteks banyak hal yang harus dikembangkan dari sunnah nabi yang misalnya nabi saw menghidupkan sebuah bunga di sebuah pot, kemudian disiram oleh rasullah dan sahabatnya dikembangkan, lalu kemudian ketika kita hidup dizaman sekarang kita juga harus mengembangkan dan menyiram kembali pot bunga ini lalu kemudian tumbuh mekar dan seterusnya.

Kemudian yang kedua, didalam memahami Al-Qur’an singkat kata menggunakan fashlurahman yaitu gerak ganda singkat kata bahwa gerak ganda yang dimaksudkan adalah gerak pertama kita berada sekarang lalu kemudian kita bergerak menuju dimana Al-Qur’an ketika Rasulullah masih hidup lalu kemudian kita lihat situasi dan kondisi pada masa itu. Setelah kita memahami kondisi pada waktu itu kenapa pada waktu itu Al-Qur’an itu turun bukankah kita selalu memahami dari awal bahwa AlQur’an tidak turun dalam ruang yang hampa Al-Qur’an turun untuk merespon. Kemudian kita loihat konteksnya dalam rangka apa untuk meresponnya, lalu kemudian kita bawa situasi itu  tarik kezaman sekarang, apakah zaman sekarang itu dari situ kemudian kita bisa memahami Al-Qur’an secara kontekstual. Kenapa pemahaman Al-Qur’an secara kontekstual itu sangat penting?

Contoh yang sangat sederhana misalnya nabi mengatakan Laisallunnaahadukumul asar ila fi bani quraiza janganlah ada seseorang diantara kamu sholat ashar dikampungan bani quraiza. Nah sahabat setidak-tidaknya memiliki dua pola didalam memahami hadits nabi ini. Yang satu mengatakan secara harfiah secara tekstual nabi mengatakan menghendaki agar kita tetap sholat meskipun sholat ashar itu berakhir magrib masuk diperkampungan bani quraiza. Itu merupakan makna teksnya. Tetapi ada juga sahabat yang mengatakan bahwa maksud nabi meminta kita untuk bergegas agar kita cepat kita sampai waktu ashar tidak habis sampai kita diperkampungan bani quraiza. Jadi, dua pemahaman itu rasulullah sangat bijak ketika itu sampai kepada mana yang salah mana yang benar tidak ada yang salah semua benar kata rasulullah tergantung pemahaman. Yang kedua sangat dekat dengan kita contoh nya ada diantara kita yang pernah tinggal dimesjid waktu diminta oleh pengurus masjid untuk memprint out sebuah kalimat misalnya “maaf mohon HP tidak di nonaktifkan”. Nah kita harus melihat konteks nya adalah teks ini dimaksudkan untuk sholat berjama’ah. Tetapi diluar jam sholat berjama’ah teks tersebut tidak terlalu berarti.

WEBINAR NASIONAL: “Yang Muda Bersuara”

WEBINAR NASIONAL: “Yang Muda Bersuara”

Sebagai negara yang multikultural, maka seringkali rentan akan terjadinya konflik dan ketegangan antar kelompok ataupun golongan. Sehingga menjadi sangat penting untuk merawat dan menyuarakan keragaman itu ditengah-tengah masyarakat yang lebih luas. Diantara usaha itu adalah dengan membawa kaum muda, yang menjadi penerus generasi mendatang.

Dalam hal inilah ISAIS UIN SUSKA Riau menggelar Webinar Nasional: Yang Muda Bersuara, sangat luar biasa dengan menghadirkan 10 Narasumber dari berbagai wilayah di Indonesia. Bertemakan “Menggelorakan Perdamaian di Masa Covid-19” membuat peserta antusias bahkan ada yang berasal dari Negeri tetangga, Malaysia. Diselenggarakan pada hari Selasa, 30 Juni 2020 Pukul 09.30 WIB yang dilaksanakan secara online.

Webinar ini dimoderatori oleh Nurhayati Nupus (Peace Generation Riau). Adapun Narasumber utamanya yaitu Mohammad Miqdad sebagai fasilitator Sekolah Pengelolaan Keragaman CRCS UGM, sementara narasumber yang merupakan aktivis mudanya adalah:

  1. Wardatul jannah (Ketua KOHATI BADKO HMI Aceh)
  2. Ikbal Ramzani P (Sekretaris umum DPD IMM Aceh)
  3. M.Ikhsan Rizky Zulkarnain (SEKUM IMM Aceh Besar, Founder Multatuli Institute Aceh)
  4. Miftahul Huda (YLPC 2019 Yogyakarta, Mahasiswa Ilmu Hukum UIN SUSKA Riau)
  5. Thiyas Tono Taufiq (Dosen UIN Walisongo Semarang)
  6. Nurul Faisol Ruslan (WAKETUM Forum Mahasiswa Studi Agama-Agama se-Indonesia)
  7. Nina Apriliani Weda (Duta Indonesia Millenial Movement 2018, Delegasi International Wonderful Education 2019 Malaysia-Thailand)
  8. Bahrul Ulum (Fasilitator Forum Anak Riau, Mahasiswa Bahasa Inggris UIN SUSKA Riau)
  9. Faisal Pelu (Presidium Komunitas Bela Indonesia Provinsi Maluku)
  10. Georgie Manuhuwa (Founder BETA BANK Sampah Ambon, Presidium/Pengurus Perwakilan KBI Ambon, Ketua Komunitas Jalan Merawat Perdamaian Ambon)

Berbagai pendapat intelektual diulas dengan sangat menarik dengan penuh keanekaragaman dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Para peserta sangat antusias dalam membahas konflik yang terjadi pada daerah mereka agar mendapatkan solusi terbaik dari pemateri yang telah dihadirkan tersebut.

Dengan adanya Webinar Nasional ini semoga mampu menjadikn inspirasi bagi pemuda lainnya dalam menyuarakan perdamain. Salam damai 🙂

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kesepuluh “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

ISAIS UIN SUSKA RIAU Menggelar Diskusi Kesepuluh “Membaca Ulang Sejarah Islam Klasik” (Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Munzir Hitami, M.A.)

Program “Satu Semester Bersama Prof. Dr. H. Muzir Hitami, M.A. terus berlanjut meski dalam kondisi covid-19. ISAIS UIN SUSKA Riau terus berusaha untuk menyelenggarakan program ini, meskipun dilakukan secara online via zoom.

Pada hari Senin, 29 Juni 2020 pukul 13.30 WIB diskusi kesepuluh dilanjutkan dengan menghadirkan narasumber yang luar biasa yaitu Prof.Dr.H.Abd.Rachman Assegaf, MA (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) dengan topik: “Kemana keturunan nabi: Dari Karbala Hingga Dunia” yang lebih dikhususkan mengenai untaian silsilah Nabi dari Karbala hingga zamrud khatulistiwa.

Pasca wafatnya Ali bin Abi Thalib, maka keturunannya berada pada pusaran pertikaian tiada henti. Misalnya Husein, anak kedua Ali bin Abi Thalib yang tewas di Karbala dalam sebuah pembantaian yang dilakukan rezim Yazid bin Muawiyah. sebelas tahun sebelumnya, tepatnya pada 28 safar 50 Hijriyah, Hasan, kakak Husein meninggal dunia di Madinah karena diracun. Kemana saja keturunan Nabi setelah peristiwa itu?

Ahlul Bait Nabi saw adalah semua orang yang ada hubungan keluarga dengan Nabi saw, yaitu: Nabi saw, Ali ibn Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husein. “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlu Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS. Al-Ahzab:33)

Mata rantai keturunan Nabi SAW: Jalur Hasan dan Husein dijelaskan secara rinci dan mendetail. Bagaimana proses terjadinya Air Mata Karbala pun diulas dengan seksama.

Pada awalnya sebutan Alawi itu diberikan kepada semua keturunan Ali ibn Abi Thalib r.a., baik dari anaknya Hasan r.a. maupun Husein r.a. Namun, selanjutnya sebutan Alawi hanya digunakan untuk keturunan Alwi ibn Ubaidillah ibn Ahmad ibn Isa al-Muhajir, dengan menggunakan gelar Bani Alawi, Aal Alawi, Ba’alawi atau Alawiyin.

Silahkan saksikan materi lengkapnya kapan saja “Live Streaming” di channel youtube: “ISAIS USR OFFICIAL”. Semoga berbagai upaya yang dioptimalkan dalam aktivitas selama pandemi covid-19 ini dapat bermanfaat dan diambil hikmahnya atas cobaan yang menimpa kta semua. Semoga wabah ini cepat berlalu. aamiin.

WEBINAR NASIONAL: “Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama dalam Islam dan Agama Lain”

WEBINAR NASIONAL: “Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama dalam Islam dan Agama Lain”

ISNU INHIL bekerjasama dengan ISAIS UIN SUSKA Riau dalam menggelar Webinar Nasional yang bertemakan “Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama dalam Islam dan Agama Lain”. Webinar ini dilaksanakan secara online menggunakan aplikasi zoom yang dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 22 Juni 2020 pukul 14.00 WIB.

Narasumber luar biasa telah berhasil dihadirkan pada webinar ini, diantaranya:

  1. Prof. Anis Malik Toha Lc., M.A., Ph.D (Guru besar University Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam
  2. Prof. Munzir Hitami, M.A. (Guru besar UIN SUSKA Riau).
  3. Dr. Budhy Munawwar (Pendiri Nurcholish Majid Society (NCMS).
  4. Sudarto, MA. (Program Manager Badan Pengurus Pusaka Foundation Padang).
  5. Prof. Dr. Hj. Umi Sumbulah, M.Ag (Direktur Pascasarjana UIN maulana Malik Ibrahim Malang).
  6. Alimatul Qibtiyah, S.Ag., M.Si., Ph.D (Komisioner KOMNAS Perempuan)

Webinar ini di moderatori oleh Dardiri, MA. Beliau adalah salah satu Dosen UIN SUSKA Riau. Diskusi ini berjalan dengan lancar dan hangat tentunya dengan berbagai pemikiran yang dibahas dalam berbagai sudut pandang.

Bagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagai takdir dan sunnatullah. Ia tak diminta, melainkan pemberian Tuhan Yang Maha Mencipta, bukan untuk ditawar, tapi untuk diterima (taken for granted). Perbedaan biasanya membawa kepada perpecahan. Oleh karena itu, perlu sikap bijak dalam menghadapi perbedaan. Diantara cara terbaik adalah dengan melihat nilai kebaikan dalam setiap ajaran/keyakinan/background orang lain.

Mengenai toleransi harus ada pondasi transendentalnya. Toleransi bisa berkembang kalau keberagaman itu inklusif. Hanya dalam paham inklusif toleransi bisa dikembangkan. Toleransi dalam pengertian pemahaman, sikap dan perilaku terhadap perbedaan keyakinan meliputi 3 aspek yaitu pemahaman mengenai perbedaan, sikap terhadap perbedaan dan perilaku dalam memahami dan menyikapi perbedaan.

Secara umum, sikap agama satu dengan yang lain adalah eksklusif. Dimana agamanya lah yang paling benar dan menuju kebaikan. Toleransi itu mengalami pengembangan makna, dimana pada awalnya adalah penganut berbagai kemajemukan dan hak orang lain menjadi berbeda. Bahkan sekarang ini menerima kebenaran di dalam pihak yang lain. Para peneiti dan ilmuan kurang “srek” dengan istilah toleransi saat ini. Toleran sekarang seperti kebaikan yang menipu. Ini terjadi karena adanya pengaruh persepsi modern setelah bertemu dengan sekularisme.

Sekularisme telah merubah semua sendi kehidupan, konsepsi dan persepsi agama dan peta hubungan antar-agama. Situasi dan peta hubungan atar-agama yang paling dramatis adalah gempuran “quasi agama-agama” (quasi-religions) terhadap agama-agama nyata “religions proper“. Islam menawarkan konsep toleransi yang lebih manusiawi, rasional dan fair, yang terbukti dalam perjalanan sejarahnya yang cukup panjang.

Seorang filsuf mengemukakan bahwa toleransi mempunyai tingkat” yang berbeda

  1. Penerimaan pasif (saling terima tapi pasif, tidak ada suatu hubungan yang mendalam)
  2. Kepedulian yang ringan
  3. Mengakui adanya perbedaan dan bersikap terbuka kepada yang lain
  4. Mengakui orang lain memiliki hak-hak dasar
  5. Inklusi sosial. Bahwa konsep toleransi harus kita cari akar-akarnya

Sekarang ada yg menginginkan kesatuan yg tidak ada lagi mazhab, agama, kekuasaan kecuali satu. Itu adalah sebuah utopia dan sikap-sikap Radikalisme dan ekstrimisme kekerasan sudah mulai muncul bibit-bibitnya. Ituah yg menjadi eksklusif.

Semoga kita semakin bijak dalam bertindak dan menyuarakan perdamaian dan moderasi beragama. Baik dengan cara menciptakan karya-karya, aksi nyata, webinar dan lainnya.