BERPONDASIKAN ISLAM, CIPTAKAN NETIZEN BERPENDIDIKAN

BERPONDASIKAN ISLAM, CIPTAKAN NETIZEN BERPENDIDIKAN

by: Nurhayati Nupus

Pada hakikatnya manusia dikatakan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dan saling ketergantungan antara satu sama lainnya. Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kelangsungan hidupnya. Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai zoon politicon yang bermakna manusia ingin selalu berkelompok dan hidup bersama sebagai manusia yang bermasyarakat. Sebagai makhluk social, manusia memiliki hasrat dan naluri untuk saling bekerjasama membantu secara maksimal, toleransi, kesetiakawanan, merasa empati maupun simpati terhadap lingkungan sekitarnya. Keadaan tersebutlah yang diharapkan semakin hari semakin membaik agar terciptanya kehidupan yang rukun, aman dan nyaman.

Sebagai pemuda-pemuda pelurus bangsa, seharusnya kita memperhatikan permasalahan-pemasalahan yang terjadi pada saat ini serta ikut andil dalam penanggulangannya. Tidak ada yang sulit dalam melakukan perubahan, kita hanya membutuhkan niat, nekad dan selalu berusaha membiasakan. Keluarlah dari zona nyaman untuk merasakan indahnya peningkatan dalam kehidupan.

Semakin berkembangnya zaman dengan kemajuan di bidang teknologi tentunya memberikan dampak yang besar terhadap perubahan dunia, baik berdampak positif maupun berdampak negatif. Tanpa kita sadari di zaman millennial ini terjadi kemerosotan perilaku sosial. Hal ini dikarenakan oleh kecanggihan teknologi dimana setiap manusia lebih nyaman berada di dunia maya dibandingkan dunia nyata.

Pada zaman millennial atau yang biasa kita dengar abad ke-21 ini setiap kita adalah netizen yaitu seorang penduduk net yang dengan aktif menggunakan internet dalam berbagai keperluan. Interaksi antar manusia mengalami kemerosotan dengan munculnya internet, terlebih lagi ketika maraknya penggunaan media sosial. Media sosial berperan dalam memfasilitasi hubungan manusia yang satu dan manusia lainnya, dimana hubungan tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kehidupan manusia menjadi kehidupan yang lebih baik, berkuantitas serta berkualitas. Media sosial mengakibatkan pengguna sulit melepaskan ponsel maupun gadgetnya. Bahkan tak dapat dipungkiri ketika berada di kalangan masyarakat, rasa peduli terhadap sesama sudah sangat menurun diakibatkan sibuk sendiri dengan gadgetnya. Salah satunya dapat dibuktikan dengan banyaknya waktu yang dihabiskan dalam sehari untuk menggunakan media sosial.

Terlihat jelas bahwa di zaman millennial ini, memunculkan perumpamaan “orang yang jaraknya jauh namun terasa dekat sedangkan orang yang jaraknya dekat namun terasa jauh”. Contohnya saja ketika berkumpul dengan kelompok tertentu namun malah asik dengan gadget seolah kita tak menghargai kehadiran kelompok tersebut, sedangkan seseorang yang berjarak jauh dengan kita dapat terasa dekat dengan kecanggihan teknologi. Hal kecil lainnya yang sering terjadi yaitu ketika terjadi suatu bencana ataupun masalah pada diri seseorang, maka kebanyakan manusia lainnya bukan turut menolong melainkan mendokumentasikan dengan ponselnya dan merasa bangga karena menjadi orang pertama yang mendapatkan berita tersebut ataupun berada dilokasi kejadian itu.

Dimulai dari hal-hal kecil tersebut, perlahan masalah kian membesar. Kecerdasan dan kebijaksanaan mulai diabaikan. Inilah tugas besar para pemuda bangsa. Kita tidak boleh gagap teknologi namun ketika menggunakan teknologi pun kita harus mampu mengambil keuntungan secara maksimal, bukan malah menjadi budaknya teknologi. Hal yang sangat berpengaruh dan kian melejit adalah permasalahan oleh subjek maupun pengguna dalam media sosial. Padahal banyak pengaruh positif media sosial yang dapat diperoleh khususnya dalam mendapatkan informasi.

Namun, tak dapat dipungkiri, penyalahgunaan media sosial bagi netizen yang dianggap kurang berpendidikan perlahan akan menjadi penghancur generasi. Bagaimana tidak, media sosial digunakan sebagai penyebar kebencian, penyebar berita bohong dengan tujuan tertentu yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri maupun kepentingan suatu golongan. Rendahnya toleransi serta tumbuhnya sikap-sikap intoleran dalam diri netizen benar-benar memprihatinkan. Jika netizen tidak mampu memfilter segala informasi yang telah menyebar pesat itu, maka berkemungkinan akan menjadi berita bohong dan ujaran kebencian secara berantai.

Sebagai Negara demokrasi, tercantum dalam pasal 28 E ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Adapun bangsa Indonesia ini merasa bahwa hal yang sangat wajar jika mengekspresikan pendapatnya baik di media sosial maupun dalam bermusyawarah. Menyebarkan ujaran kebencianpun dianggap sebagai hal yang wajar dalam berpendapat di Negara Indonesia ini. Padahal bebas berpendapat disini bukan bermakna bebas semaunya saja akan tetapi bebas yang bertanggung jawab. Netizen yang juga disebut dengan masyarakat online itu seharusnya dapat bekerja sama dalam memajukan Negara ini seperti sering bertukar pikiran, ilmu pengetahuan serta saling membimbing menuju arah kebaikan.

Kebebasan berpendapat disini telah disalahartikan, dapat kita lihat dengan pernyataan yang diberikan oleh netizen, sebagian besar pernyataan terungkap seakan merasa paling sempurna, tanpa dicari kebenarannya, tanpa dipikirkan makna sebenarnya, serta  tidak adanya sikap menghargai antar sesama yang bahkan dapat menghancurkan nama baik seseorang.

Kurangnya wawasan intelektual serta rendahnya budaya membaca kebanyakan netizen mampu memperkeruh suasana, mengakibatkan banyaknya adu domba, pertikaian, pelecehan, bahkan tak jarang berujung pada pembunuhan. Kejadian yang viral belakangan ini ialah pencemaran nama baik melalui media sosial, setelah permasalahan tersebut diketahui banyak orang maka sang pelaku akan mengklarifikasi melalui video permintaan maafnya. Hal ini sangat jauh dengan dunia sosial yang sebenarnya, karena dalam pembuatan video belum tentu permintaan maaf tersebut tulus, berbeda halnya jika kita meminta maaf secara langsung kepada orang yang bersangkutan.

Tertanam dalam diri manusia millennial ini bahwa ia harus terlihat lebih baik daripada orang lain. Padahal sampai kapanpun setiap manusia tidak akan pernah menjadi sosok yang lebih baik daripada diri orang lain, faktanya kemungkinan yang akan terjadi hanyalah menjadi lebih baik daripada diri kita yang sebelumnya. Setiap manusia memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing yang membuat ia akan bersinar dibidangnya.

Ujaran kebencian ini harus segera kita hentikan dengan tindakan preventif yang dimulai dari berbagai hal kecil yang bernilai positif, maka lambat laun netizen akan berubah dari penghancur generasi menjadi pemersatu bangsa. Kita harus memberi batasan-batasan dalam mengeluarkan pendapat dengan cara memperhatikan ras, agama, etnik serta menghormati dan menjaga reputasi seseorang. Netizen yang cerdas haruslah mampu membedakan serta memfilter informasi yang diterima maupun yang akan disebarluaskankan. Haruslah dapat menilai antara sisi yang benar dan sisi yang salah.

Adanya norma maupun aturan-aturan tata krama yang diberlakukan baik dalam masyarakat maupun hukum yang telah dicetuskan dalam perundang-undangan negara tentunya belumlah cukup, oleh sebab itu pondasi yang sesungguhnya mampu mencakup segala bentuk permasalahan dunia dan akhirat hanyalah pemahaman ajaran agama Islam. Pemahaman tersebut haruslah kita terapkan dalam kehidupan ini.

Ajaran agama Islam berlandaskan pada warisan rasulullah saw yaitu al-qur’an juga al-hadist yang sudah pasti dapat direalisasikan tidak hanya oleh penganut agama Islam itu sendiri, melainkan juga sesuai dengan ajaran agama lainnya. Sebagaimana dikatakan ajaran agama Islam merupakan penyempurna bagi agama lainnya. Jadikanlah Islam sebagai pondasi dalam hidup ini serta al-qur’an dan al-hadist menjadi petunjuk dan pedomannya.

Islam sebagai pondasi kita dalam kehidupan. Hal utama yang dapat kita lakukan adalah memperbaiki akhlak sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. salah satunya dengan manjaga ucapan, pemikiran negative serta perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Jiwa-jiwa netizen haruslah selalu memupuk keimanan dan berpondasikan kepada ajaran Islam, maka sudah dapat dipastikan tidak akan ada lagi ujaran kebencian, pencemaran nama baik dan adu domba serta kejahatan-kejahatan lainnya. Hal ini dikarenakan karena di dalam Islam selalu diajarkan pada kebaikan bukan kejahatan. Jadilah netizen yang menerapkan amar ma’ruf nahi munkar. Maka secara tidak langsung kita telah dikatakan netizen yang berpendidikan. Bukan lagi menyebar kebencian tetapi menyebar kebaikan.

Sudah seharusnya kita melakukan perubahan dengan menggunakan media sosial yang tujuan memberi motivasi kepada orang lain, menggerakkan hati seseorang untuk menjadi lebih baik ketika membaca tulisan kita baik secra online maupun secara offline. Maka hal tersebut akan jauh lebih baik karena mampu menjadi amal jariah bagi kita ketika ada yang menerapkan serta menyebarkannya.

Berpondasikan Islam mengakibatkan kecanggihan teknologi terutama media sosial secara perlahan akan berupah menjadi alternatif mengasah kecerdasan intelektual, menggali pengetahuan agama secara mendalam serta perbedaan tak kan lagi menjadi boomerang, bahkan perbedaanlah yang menyatukan. Hal ini berdasarkan semboyan Negara Indonesia, yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Salam semangat J

Leave a Reply