Pemuda itu Meyakini, Bukan Menghakimi

Pemuda itu Meyakini, Bukan Menghakimi

By: Mhd. Novedy Husain

Indonesia adalah tanah surga” begitulah sederet kalimat yang dinyanyikan sebuah grup musik bernama Koes Plus yang dibentuk pada tahun 1969. Kalimat tersebut bukanlah sekedar nyanyian hiburan semata. Sebab, Indonesia adalah benar negeri kaya akan perbedaan dan keragaman, mulai dari suku, bahasa,  ras, budaya, adat istiadat, dan agama.

Keragaman negeri ini tidak ada satupun negara di dunia yang  memilikinya sama persis. Hal ini sepatutnya menjadikan warga negara Indonesia harus bangga dan bersyukur. Anugrah ini menjadi keberkahan yang diberikan tuhan untuk tetap dijaga dan dilestarikan. Multikultural bangsa Indonesia menjadikannya ibarat sebuah taman yang ditumbuhi bunga-bunga dengan berbagai macam warna. Begitu juga halnya kehidupan, tanpa warna dunia ini terasa kurang indah dan hambar.

Jika ditarik garis lurus kebelakang, Indonesia telah merdeka lebih kurang sejak 73 tahun yang lalu. Tepatnya, pada tanggal 17 agustus 1945 yang di proklamirkan oleh presiden pertama ir. Soekarno. Semenjak itu, Indonesia bangkit dan berdiri diatas kaki sendiri dengan dasar negara Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika menjadi semboyan negara, yang artinya “ berbeda-beda tetapi tetap  satu jua”. Semboyan ini melambangkan betapa Indonesia meyakini dan menghargai perbedaan. Pendiri bangsa ini meyakini bahwa dengan perbedaan yang ada mampu menjembatani Indonesia melangkah lebih maju ke-depan.

Namun sayangnya seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan nilai-nilai persatuan  tersebut mulai sirna  dari bangsa ini. Akhir-akhir ini Indonesia tengah dihebohkan dengan berbagai konflik yang menciderai keberagamannya. Konflik antar ummat beragama menjadi masalah yang merusak tatanan sosial bangsa ini. Hal tersebut di ibaratkan seperti fenomena mencairnya gunung es yang mampu merusak kawasan disekitarnya. Masalah tersebut tidak seharusnya terjadi di negeri ini, namun karena beberapa faktor seperti dinamika politik, ekonomi, dan tingginya egoisme dalam diri, membuatnya lupa bahwa ada semboyan yang di perjuangkan sejak lama oleh pendiri bangsa ini.Berbagai peristiwa seperti konflik di Poso, konflik Ambon, konflik Tolika, bahkan Konflik Aceh yang dipicu oleh sikap Intoleransi adalah sederet peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di Indonesia. Munculnya berbabagai macam konflik antar ummat beragama ini, disinyalir karena kurangnya pemahaman penganut agama tersebut. Bangsa ini sendiri memiliki enam agama yang secara resmi telah di akui, yaitu: Islam, Hindu, Budha, Kristen, katolik dan konghucu. Beragamnya agama di negeri ini sepatutnya dijadikan sebagai bentuk ajang saling menghargai dan saling menyayangi antar sesama ummat beragama. Inilah yang dinamakan penerapan nilai-nilai dari semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Jika ditelisik lebih dalam lagi, setiap agama memiliki tujuan yang sama dalam menuntun ummatnya, yaitu agar berlaku baik dan menghindari perpecahan. Sebab, tidak ada satu agama apapun di Indonesia  yang mengajarkan kebencian dan perpecahan. Agama Islam sendiri sangat menjunjung tinggi sikap toleransi. Hal ini secara jelas di sebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah Ayat 256, yang artinya “ Tidak ada paksaan dalam memeluk agama”. Bahkan di ayat yang lain Allah swt  menjelaskan “ Bagimu agamamu, Bagiku agamaku”. Ini menjadi bukti kuat bahwa Islam adalah agama yang menghargai antar sesama ummat beragama.

Namun yang menjadi persoalan dalam masalah ini adalah bukan terletak di ajaran agama tersebut, melainkan terjadi di dalam diri penganut agama tersebut. Munculnya berbagai konflik  belakangan seharusnya membuka mata kita betapa pentingnya memahami agama yang kita yakini. Terutama bagi kaula muda, dengan semangat yang membara, dan pemahaman yang seadanya membuatnya mudah tersulut api amarah. Kaum millenial atau generasi sekarang ini sebagaimana di tuntut pula oleh era revolusi industri 4.0, harus lebih aktif  dan menambah wawasan secara mendalam lagi.

Oleh sebab itu, inilah saatnya pemuda untuk bangkit membenahi kesalahan-kesalahan yang dahulu pernah terjadi. Perbaikan demi perbaikan harus terus dilakukan dengan konsisten dan berkepanjangan, agar semboyan “ Bhineka Tunggal Ika” itu kembali di junjung  dan di gaungkan seperti dulu. Berbagai upaya bisa dilakukan pemuda untuk membenahi bangsa ini, yaitu seperti:pertama, memahami konsep agama yang diyakini masing-masing pemeluknya. Pemuda Islam memahami ajaran agamanya secara kaffah, yaitu memahami bukan sekedar tekstual akan tetapi juga secaraa kontekstual. Sebab, hal ini dapat menimbulkan kejumudan dan taqlid buta, hingga menjadikannya radikal. Begitu pula pemuda-pemuda yang memeluk agama selain islam, memahami ajaran agama dengan secara matang, tidak mudah terprofokasi oleh pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan untuk menghancurkan bangsa ini.

Kedua, menghargai inklusivisme dan perbedaan yang ada dalam ajaran agama yang diyakini. Dalam ajaran islam, disebutkan bahwa diciptakannya manusia dari berbagai suku dan etnis agar saling mengenal dan menghargai antara satu dengan yang lain. Meyakini bukan berarti menghakimi. Bersatu untuk tidak bersiteru.

Ketiga, meningkatkan literasi agar tidak mudah terprovokasi oleh litter informasi (Hoax). Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan pemuda Indonesia saat ini mampu melek terhadap ketimpangan dan persoalan yang dapat membahayakan bangsa ini, dan memberikan solusi-solusi yang berkualitas, demi mengembalikan nilai-nilai semboyan bangsa ini.

Leave a Reply